Mungkin memang Tuhan mengirimkanku untuk mengisi bagian yang rumpang didalam puzzle kehidupanmu. Mungkin juga, Tuhan mengerti jika aku yang memahamimu di suatu kondisi yang memang orang lain tak memahami. Suatu hari kamu pun pernah mengatakan, bahwa aku adalah pelengkapmu. Aku adalah sayap yang dikirimkan Tuhan untukmu. Mengimbangi dan membantumu untuk terbang. Laksana seorang burung kecil nan cantik, yang baru menetas dan mulai mencari arahnya.
Suatu hari, aku menghilang. Aku menemukan seseorang yang sebelumnya aku pikir adalah orang yang sempurna, bahkan melebihi dirimu. Seseorang yang aku pikir bisa mengarahkan aku dalam hal apapun. Bahkan aku sempat berpikir, dia adalah kayu penopang saat aku dahanku mulai rapuh. Kamu pun mulai merasakan, sayapmu bergetar. Seakan-akan ia ingin melepaskan diri dari tubuhmu. Engkau pun mulai meronta kesakitan. Sakit yang teramat. Saat sayap kirimu benar-benar bergetar malam itu, engkau hanya bisa diam dan pasrah menerima. Melihat kenyataan, bahwa aku akan pergi dan mungkin memilihnya.
Engkau rapuh. Bahkan tidak bisa lagi terbang. Karena, sayap kirimu seperti kehilangan jiwanya yang pergi kedalam raga yang lain. Saat-saat itu, aku benar-benar merasa dibutakan. Aku seperti melalang buana diatas cakrawala tanpa mempedulikan kamu. Seakan-akan aku sudah mendapatkan semua yang aku inginkan dalam dirinya. Semua yang aku lihat, semua yang aku dengar, aku merasa dia paling sempurna. Sampai suatu hari, saat jiwaku terbang, aku tiba-tiba mengingatmu...
Kenangan sekelebat itu seakan menamparku. Namun, aku tidak langsung sadar. Aku tetap meneruskan arahku untuk terbang jauh bersamanya. Hari demi hari yang aku lalui, seperti pelangi yang terus dilukis dan dipertebal warnanya. Sampai suatu saat, awan hitam, pekat, dan membawa kilatan cahaya petir menghadang didepanku. Seperti, mereka memberitahuku akan keberadaanmu saat ini. Aku memutuskan untuk berhenti sejenak. Hati kecil berkata, aku harus kembali ke sarang, tapi dia juga berkata agar aku bertahan melewati badai yang sebenarnya tidak ingin aku lalui, karena aku tau, itu semua akan berujung sia-sia.
Perasaanku mulai gelisah. Aku pun memutuskan untuk mengunjungimu di sarang. Dan benar saja, kamu hanya diam dan terkulai karena sayap kirimu tak mampu kau gerakkan. "Apa kau baik-baik saja?" tanyaku. "Seperti yang kau lihat, bagaimana aku?" jawabnya, sembari bertanya lagi padaku. "Hmm.. Apa yang kau rasakan? Cobalah jujur" tanyaku lagi. "Baiklah. Aku hanya merasa, kamu bukanlah kamu yang dulu. Kamu berbeda, aku seperti tak mengenalimu lagi. Aku rumpang, sayap kiriku seakan patah" jawabnya. Sejujurnya aku bergetaaaar. Seluruh tubuhku lemas. Tapi, saat itu aku memang belum bisa memilih antara dia dengannya. Egoku mulai datang, seakan berteriak padaku "PILIH DIRINYA!". Lalu, hati kecilku berbisik "Kamu lebih menyayangi dia bukan? Ikutilah lorong kosong dalam hatimu, diujung jalan nanti, kamu akan menemukan lentera kecil yang meredup, jangan sampai kau biarkan dia benar-benar mati".
Antara kau dan dia. Sejujurnya, hatiku seperti tertarik kuat oleh magnet yang kau pancarkan. Aku benar-benar merasa, aku akan memilihmu. Tapi, disisi lain, dia banyak memberiku hal-hal positif. Sampai suatu hari, aku benar-benar tersadar, aku telah dibutakan. Dirinya menjauh, begitu pula aku. Namun, yang membuatku terheran, kamu masih diam dan menungguku dengan setia di sarang hangatmu. Saat itulah aku tersadar, dan sangat bersyukur, aku memilikimu...
Dan janjiku...akan terus menjadi sayap kirimu, menjadi pelengkap, dan penyeimbangmu, saat kau terbang bebas. Aku kembali....
Sayap yang hilang, telah kembali pulang. Jiwa yang terbang, kini kembali ke sarang, hati yang tercuri, kembali menepi....
Suatu hari, aku menghilang. Aku menemukan seseorang yang sebelumnya aku pikir adalah orang yang sempurna, bahkan melebihi dirimu. Seseorang yang aku pikir bisa mengarahkan aku dalam hal apapun. Bahkan aku sempat berpikir, dia adalah kayu penopang saat aku dahanku mulai rapuh. Kamu pun mulai merasakan, sayapmu bergetar. Seakan-akan ia ingin melepaskan diri dari tubuhmu. Engkau pun mulai meronta kesakitan. Sakit yang teramat. Saat sayap kirimu benar-benar bergetar malam itu, engkau hanya bisa diam dan pasrah menerima. Melihat kenyataan, bahwa aku akan pergi dan mungkin memilihnya.
Engkau rapuh. Bahkan tidak bisa lagi terbang. Karena, sayap kirimu seperti kehilangan jiwanya yang pergi kedalam raga yang lain. Saat-saat itu, aku benar-benar merasa dibutakan. Aku seperti melalang buana diatas cakrawala tanpa mempedulikan kamu. Seakan-akan aku sudah mendapatkan semua yang aku inginkan dalam dirinya. Semua yang aku lihat, semua yang aku dengar, aku merasa dia paling sempurna. Sampai suatu hari, saat jiwaku terbang, aku tiba-tiba mengingatmu...
Kenangan sekelebat itu seakan menamparku. Namun, aku tidak langsung sadar. Aku tetap meneruskan arahku untuk terbang jauh bersamanya. Hari demi hari yang aku lalui, seperti pelangi yang terus dilukis dan dipertebal warnanya. Sampai suatu saat, awan hitam, pekat, dan membawa kilatan cahaya petir menghadang didepanku. Seperti, mereka memberitahuku akan keberadaanmu saat ini. Aku memutuskan untuk berhenti sejenak. Hati kecil berkata, aku harus kembali ke sarang, tapi dia juga berkata agar aku bertahan melewati badai yang sebenarnya tidak ingin aku lalui, karena aku tau, itu semua akan berujung sia-sia.
Perasaanku mulai gelisah. Aku pun memutuskan untuk mengunjungimu di sarang. Dan benar saja, kamu hanya diam dan terkulai karena sayap kirimu tak mampu kau gerakkan. "Apa kau baik-baik saja?" tanyaku. "Seperti yang kau lihat, bagaimana aku?" jawabnya, sembari bertanya lagi padaku. "Hmm.. Apa yang kau rasakan? Cobalah jujur" tanyaku lagi. "Baiklah. Aku hanya merasa, kamu bukanlah kamu yang dulu. Kamu berbeda, aku seperti tak mengenalimu lagi. Aku rumpang, sayap kiriku seakan patah" jawabnya. Sejujurnya aku bergetaaaar. Seluruh tubuhku lemas. Tapi, saat itu aku memang belum bisa memilih antara dia dengannya. Egoku mulai datang, seakan berteriak padaku "PILIH DIRINYA!". Lalu, hati kecilku berbisik "Kamu lebih menyayangi dia bukan? Ikutilah lorong kosong dalam hatimu, diujung jalan nanti, kamu akan menemukan lentera kecil yang meredup, jangan sampai kau biarkan dia benar-benar mati".
Antara kau dan dia. Sejujurnya, hatiku seperti tertarik kuat oleh magnet yang kau pancarkan. Aku benar-benar merasa, aku akan memilihmu. Tapi, disisi lain, dia banyak memberiku hal-hal positif. Sampai suatu hari, aku benar-benar tersadar, aku telah dibutakan. Dirinya menjauh, begitu pula aku. Namun, yang membuatku terheran, kamu masih diam dan menungguku dengan setia di sarang hangatmu. Saat itulah aku tersadar, dan sangat bersyukur, aku memilikimu...
Dan janjiku...akan terus menjadi sayap kirimu, menjadi pelengkap, dan penyeimbangmu, saat kau terbang bebas. Aku kembali....
Sayap yang hilang, telah kembali pulang. Jiwa yang terbang, kini kembali ke sarang, hati yang tercuri, kembali menepi....
Komentar
Posting Komentar
Thank you for visiting