Akhir-akhir ini, kesibukan terlalu memakan waktu begitu cepat. Hingga akhir hari, mata pun terlelap. Ujian-ujian yang datang, berlalu lalang, menghabiskan sisa-sisa kebersamaan. Aku merindukan hal kecil yang dinamakan, persahabatan.
Ketika aku mulai terabaikan, aku hanya bisa merelakan. Karena hati pun tak sanggup untuk menentang, menyimpan amarah bahkan dendam terhadap sahabat. Entahlah, rasa sayang itu membunuh semua penyakit hati ini. Wajar mungkin, apabila aku merindukan kedekatan selayaknya satu tahun yang lalu. Tapi aku tahu, itu dulu. Sebelum semua rutinitas menghapus waktu.
Aku rindu. Tapi aku tutup semua itu dengan senyumanku. Aku hanya tidak ingin menampakkan sepiku diantara keramaian dan tawa disela-sela hariku. Cukup aku dan hatiku yang merasakan. Jika aku turuti keegoisanku, mungkin aku juga ingin membalik ini. Dan ingin kamu merasa apa yang aku rasa sahabat. Tapi, aku tidak ingin kamu merasakan hal yang sama, karena aku tahu rasanya berada di posisi yang salah. Serba salah lebih tepatnya.
Sahabat, mungkin aku terdengar berlebihan. Tapi ini hatiku, aku merindukan kebersamaan kita, aku sangat merindukan itu. Terkadang, aku bertanya "apa aku terlalu peduli?"
Terlalu peduli yang pada akhirnya menjadikanku terlalu rapuh. Aneh memang. Aku tidak pernah sebelumnya seperti ini, seperti batu karang, kokoh diluar, lapuk didalam.
Aku ingin diingat sebagai seseorang yang selalu ada. Bukan yang mengada-ada.
Memendam, dan berbisik dalam doa adalah salah satu caraku untuk terus mengingatkanmu, menyayangimu, walaupun tak terucap oleh kata-kata, karena yang terpenting bukanlah sebuah kata, tapi sebuah makna yang terkandung didalam rasa.
Hai sahabat! I wanna be the one who accompany you through this, 'til you have succeeded. Even though, maybe someday you are gonna forget me, but the memories will never end. Our friendship will be immortal, ever after.
Sincerely
Casilda Aulia R.
Ketika aku mulai terabaikan, aku hanya bisa merelakan. Karena hati pun tak sanggup untuk menentang, menyimpan amarah bahkan dendam terhadap sahabat. Entahlah, rasa sayang itu membunuh semua penyakit hati ini. Wajar mungkin, apabila aku merindukan kedekatan selayaknya satu tahun yang lalu. Tapi aku tahu, itu dulu. Sebelum semua rutinitas menghapus waktu.
Aku rindu. Tapi aku tutup semua itu dengan senyumanku. Aku hanya tidak ingin menampakkan sepiku diantara keramaian dan tawa disela-sela hariku. Cukup aku dan hatiku yang merasakan. Jika aku turuti keegoisanku, mungkin aku juga ingin membalik ini. Dan ingin kamu merasa apa yang aku rasa sahabat. Tapi, aku tidak ingin kamu merasakan hal yang sama, karena aku tahu rasanya berada di posisi yang salah. Serba salah lebih tepatnya.
Sahabat, mungkin aku terdengar berlebihan. Tapi ini hatiku, aku merindukan kebersamaan kita, aku sangat merindukan itu. Terkadang, aku bertanya "apa aku terlalu peduli?"
Terlalu peduli yang pada akhirnya menjadikanku terlalu rapuh. Aneh memang. Aku tidak pernah sebelumnya seperti ini, seperti batu karang, kokoh diluar, lapuk didalam.
Aku ingin diingat sebagai seseorang yang selalu ada. Bukan yang mengada-ada.
Memendam, dan berbisik dalam doa adalah salah satu caraku untuk terus mengingatkanmu, menyayangimu, walaupun tak terucap oleh kata-kata, karena yang terpenting bukanlah sebuah kata, tapi sebuah makna yang terkandung didalam rasa.
Hai sahabat! I wanna be the one who accompany you through this, 'til you have succeeded. Even though, maybe someday you are gonna forget me, but the memories will never end. Our friendship will be immortal, ever after.
Sincerely
Casilda Aulia R.
Komentar
Posting Komentar
Thank you for visiting