Assalamu'alaikum saudara muslim dan muslimahku sekalian. Alhamdulillah Allah swt masih memberi saya kesempatan untuk menulis sekaligus berbagi ilmu di blog pribadi saya ini. Kali ini, saya tidak akan menulis lanjutan artikel "Is the Qur'an God's word?" (Part 1), tetapi saya pindah sejenak ke topik yang sedang hangat diperbincangankan, yakni Hukum Mengucapkan Selamat Natal kepada umat Kristen/Katolik. Tadi, saat saya berada di kampus, saya agak tersentak karena banyak dari teman-teman saya masih belum mengerti/paham hukum tentang memberi ucapan Selamat Natal kepada teman-teman kristen/katolik. Di depan saya tadi, terlihat jelas ada salah seorang teman yang mengucapkan selamat natal kepada teman saya yang beragama kristen. Semoga artikel ini bisa bermanfaat dan menambah wawasan Islam kita. Langsung saja kita bahasa ya!
Namun, apakah benar ayat Al-Qur'an Surat Al Mumtahanah : 8 diatas merujuk pada bolehnya mengucapkan Selamat Natal? Semoga Allah memberi kita petunjuk-Nya untuk mengetahui mana yang benar dan mana yang salah agar kita tidak tersesat ke jalan yang tidak di ridhoi-Nya. Aamiin.
Selain Nabi Ibrahim, ajaran dari Rasulullah Muhammad SAW juga melarang kita untuk loyal terhadap orang-orang kafir. Allah swt berfirman :
Dapat kita simpulkan bahwa loyal atau wala' pada orang-orang kafir hukumnya dilarang / haram. Ibnu Hazm telah menukil adanya ijma’ (kesepakatan ulama) bahwa loyal (wala’) pada orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan.
Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Berbuat baik, menyambung hubungan kerabat dan berbuat ihsan (terhadap non muslim) tidaklah melazimkan rasa cinta dan rasa sayang (yang terlarang) padanya. Sebagaiman rasa cinta yang terlarang ini disebutkan dalam firman Allah,
Hal ini dapat dimisalkan seorang anak yang beragama Islam tetap diwajibkan berbakti kepada orang tuanya (berbuat baik) yang non-muslim, tetapi sang anak tetap membenci agama yang orang tua mereka anut, bukan membenci kedua orangtuanya.
Allah melarang memutuskan silaturrahim dengan orang tua atau kerabat yang non muslim dan Allah tetap menuntunkan agar hak mereka sebagai kerabat dipenuhi walaupun mereka kafir. Jadi, kekafiran tidaklah memutuskan hak mereka sebagai kerabat. Allah Ta’ala berfirman:
2. Berbuat baik kepada tetangga non-muslim
Al Bukhari membawakan sebuah bab dalam Adabul Mufrod dengan ”Bab Tetangga Yahudi”dan beliau membawakan riwayat berikut.
Mujahid berkata, “Saya pernah berada di sisi Abdullah ibnu ‘Amru sedangkan pembantunya sedang memotong kambing. Dia lalu berkata,
”Abdullah bin ’Amru lalu berkata,
3. Perbuatan Ihsan Rasulullah Muhammad SAW terhadap non-muslim
Allah Ta’ala berfirman,
Dalam hal ini, kebanyakan dari kita masih belum memahami tentang dilarangnya untuk menjalin persahabatan dengan orang-ornag kafir. Mengapa? Salah satu hal yang ditakutkan adalah terpengaruhnya akidah kita dengan agama yang dianutnya. Selain itu, orang-orang kafir adalah orang yang menentang Allah swt dan Rasul-rasulNya. Namun, dalam konteks ini dikecualikan cinta yang bersifat tabi’at seperti kecintaan seorang anak kepada orang tuanya yang musyrik. Cinta seperti ini dibolehkan.
2. Bekerjasama atau membantu merayakan perayaan orang kafir, seperti membantu dalam acara natal
Hal ini diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama. Dan Allah Ta’ala pun berfirman,
Begitu pula diharamkan menghadiri perayaan agama mereka. Allah Ta’ala menceritakan mengenai sifat orang beriman,
Di antara makna “tidak menyaksikan perbuatan zur” adalah tidak menghadiri perayaan orang musyrik. Inilah yang dikatakan oleh Ar Robi’ bin Anas. Jadi, ayat di atas adalah pujian untuk orang yang tidak menghadiri perayaan orang musyrik. Jika tidak menghadiri perayaan tersebut adalah suatu hal yang terpuji, berarti melakukan perayaan tersebut adalah perbuatan yang sangat tercela dan termasuk ‘aib. Begitu pula diharamkan mengucapkan selamat pada hari raya orang kafir. Bahkan diharamkannya hal ini berdasarkan ijma’ atau kesepakatan para ulama.
3. Menyerupai orang kafir (tasyabbuh) dalam hal pakaian, penampilan dan kebiasaan
Hal ini didasarkan pada hadits shahih yang berbunyi :
”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka”
(HR. Ahmad dan Abu Daud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ (1/269) mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269)
Oleh karena itu, perilaku tasyabuh (menyerupai orang kafir) dalam perkara yang menjadi ciri khas mereka adalah diharamkan. Contohnya adalah mengikuti model pakaian yang menjadi ciri khas mereka.
4. Diharamkan bepergian ke negeri kafir tanpa ada hajat.
Diharamkan berpergian ke negeri-negeri kafir, kecuali jika ada maslahat (seperti untuk berobat, berdakwah, dan berdagang), maka ini dibolehkan asalkan memenuhi tiga syarat berikut:
Allah Ta’ala berfirman,
Ada dua rincian yang mesti diperhatikan:
”Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya.” Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya.
Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka dia pantas mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.”( Ahkam Ahli Dzimmah, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, 1/441, Dar Ibnu Hazm, cetakan pertama, tahun 1418 H.)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ’Utsaimin mengatakan, ”Ucapan selamat hari natal atau ucapan selamat lainnya yang berkaitan dengan agama kepada orang kafir adalah haram berdasarkan kesepakatan para ulama.” (Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibnu ‘Utsaimin, 3/28-29, no. 404, Asy Syamilah.)
Herannya ulama-ulama kontemporer saat ini (Semacam Yusuf Qardhawi, begitu pula Lembaga Riset dan Fatwa Eropa.) malah membolehkan mengucapkan selamat Natal. Alasan mereka berdasar pada surat Al Mumtahanah ayat 8. Sungguh, pendapat ini adalah pendapat yang ’nyleneh’ dan telah menyelisihi kesepakatan para ulama. Pendapat ini muncul karena tidak bisa membedakan antara berbuat ihsan (berlaku baik) dan wala’ (loyal). Padahal para ulama katakan bahwa kedua hal tersebut adalah berbeda sebagaimana telah kami utarakan sebelumnya.
Pendapat ini juga sungguh aneh karena telah menyelisihi kesepakatan para ulama (ijma’). Sungguh celaka jika kesepakatan para ulama itu diselisihi. Padahal Allah Ta’ala berfirman,
(Dikutip dari rumaysho.com)
Toleransinya umat muslim kepada teman-teman non-muslim kita yaitu : "Bagimu agamamu, bagiku agamaku" (QS Al-Kafirun : 6). Biarkanlah mereka menjalankan kewajiban ibadah sekaligus perayaan agama dengan tenang dan damai. Kita sebagai muslim, cukup menghargai dengan cara seperti itu. Janganlah diusik ibadah mereka, biarlah mereka melaksanakan kewajibannya kepada Tuhan yang mereka yakini.
Semoga Allah swt melindungi kita semua dan menuntun kita ke jalan yang di ridhoi-Nya. Aamiin. Mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan dan penafsiran Semoga bermanfaat. Terimakasih. Wassalamu'alaikum wr wb.
Penulis : Casilda Aulia Rakhmadina
Mengucapkan Selamat Natal Dianggap Sebagai Bentuk Toleransi Antar Umat Beragama
Sebagian dari kita menanggap, mengucapkan selamat natal adalah salah satu bentuk toleransi umat muslim kepada umat agama lain, dalam konteks ini adalah umat kristen dan katolik. Mereka menganggap hal ini merupakan perbuatan yang ihsan (baik). Dalil Al-Qur'an yang mendasari mereka untuk menghalalkan mengucapkan Selamat Natal adalah sebagai berikut :
لا
يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ
وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا
إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ [سورة الممتحنة:8].
“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil
terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak
(pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al Mumtahanah: 8).Namun, apakah benar ayat Al-Qur'an Surat Al Mumtahanah : 8 diatas merujuk pada bolehnya mengucapkan Selamat Natal? Semoga Allah memberi kita petunjuk-Nya untuk mengetahui mana yang benar dan mana yang salah agar kita tidak tersesat ke jalan yang tidak di ridhoi-Nya. Aamiin.
Sebab Turunnya Surat Al-Mumtahanah : 8
Dalam hal ini ada beberapa pendapat di kalangan ahli tafsir. Diantara pendapat tersebut adalah yang menyatakan bahwa QS Al Mumtahanah : 8 turun pada Asma’ binti Abi Bakr –radhiyallahu ‘anhuma-, dimana ibundanya –Qotilah binti ‘Abdil ‘Uzza- yang musyrik dan ia diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk tetap menjalin hubungan dengan ibunya. Ini adalah pendapat dari ‘Abdullah bin Az Zubair. Imam Bukhari membawakan Bab dalam kitab Shahihnya “Menjalin hubungan dengan orang tua yang musyrik”. Kemudian beliau membawakan riwayat berikut, Asma’ mengatakan,
أَتَتْنِى
أُمِّى رَاغِبَةً فِى عَهْدِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم –
فَسَأَلْتُ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – آصِلُهَا قَالَ « نَعَمْ »
“Ibuku mendatangiku dan ia sangat ingin aku menyambung hubungan dengannya. (Makna ini berdasarkan riwayat Abu Daud. Al Qodhi mengatakan bahwa makna lain dari roghibah adalah benci dengan Islam. Jadi, ibunda Asma’ sangat benci dengan Islam, sehingga ia pun bertanya pada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, apakah masih boleh ia menjalin hubungan dengan ibunya. Lihat Syarh Muslim, An Nawawi, 7/89.) Kemudian aku menanyakan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
bolehkah aku tetap menjalin hubungan dengannya? Beliau pun menjawab,
“Iya boleh”.” Sufyan bin ‘Uyainah mengatakan bahwa setelah itu Allah
menurunkan firman-Nya (yang artinya), “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama” (QS. Al Mumtahanah: 8). Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Allah tiada
melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang
yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari
negerimu”. Ibnu Katsir -rahimahullah- menjelaskan, “Allah tidak melarang
kalian berbuat ihsan (baik) terhadap orang kafir yang tidak memerangi
kaum muslimin dalam agama dan juga tidak menolong mengeluarkan wanita
dan orang-orang lemah, yaitu Allah tidak larang untuk berbuat baik dan
berbuat adil kepada mereka. Karena sesungguhnya Allah mencintai
orang-orang yang berbuat adil.” (Dikutip dari rumaysho.com).Loyal terhadap Orang Kafir Dilarang?
Mengapa umat muslim dilarang untuk loyal (wala') terhadap orang-orang kafir? Allah melarang kita pasti ada alasannya, dan itu juga untuk kebaikan umat. Loyal ynag dimaksudkan disini adalah rasa cinta, kasih sayang juga memuliakan orang-orang kafir, sehingga rasa cinta yang timbul ini bukan hanya rasa cinta kepada mereka, tetapi juga agama yang mereka anut. Larangan untuk wala' ini sudah dijelaskan oleh Nabi Ibrahim as. Allah swt berfirman dalam Surat Al Mumtahanah ayat 4 yang berbunyi :
قَدْ
كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ
إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَاء مِنكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِن
دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ
الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاء أَبَداً حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada
Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata
kepada kaum mereka : “Sesungguhnya
kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah
selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan
kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman
kepada Allah saja.” (QS. Al Mumtahanah : 4)Selain Nabi Ibrahim, ajaran dari Rasulullah Muhammad SAW juga melarang kita untuk loyal terhadap orang-orang kafir. Allah swt berfirman :
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَتَّخِذُواْ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى
أَوْلِيَاء بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ
فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللّهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil
orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebagian
mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa diantara
kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu
termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al Maidah: 51)Dapat kita simpulkan bahwa loyal atau wala' pada orang-orang kafir hukumnya dilarang / haram. Ibnu Hazm telah menukil adanya ijma’ (kesepakatan ulama) bahwa loyal (wala’) pada orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan.
Apa Perbedaan Loyal (Wala') dengan Ihsan (Berbuat Baik)?
Perlu kita ketahui bahwa Allah sama sekali tidak melarang kita untuk berbuat baik kepada umat muslim ataupun non-muslim. Namun, harus diingat bahwa Loyal (Wala') terhadap mereka (orang-orang kafir) sama sekali tidak diperbolehkan.Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Berbuat baik, menyambung hubungan kerabat dan berbuat ihsan (terhadap non muslim) tidaklah melazimkan rasa cinta dan rasa sayang (yang terlarang) padanya. Sebagaiman rasa cinta yang terlarang ini disebutkan dalam firman Allah,
لا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah
dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang
menentang Allah dan Rasul-Nya” (QS. Al Mujadilah: 22). Ayat ini umum berlaku pada orang yang sedang memerangi dan orang yang tidak memerangi kaum muslimin. Wallahu a’lam.”Hal ini dapat dimisalkan seorang anak yang beragama Islam tetap diwajibkan berbakti kepada orang tuanya (berbuat baik) yang non-muslim, tetapi sang anak tetap membenci agama yang orang tua mereka anut, bukan membenci kedua orangtuanya.
Contoh-contoh Perbuatan Ihsan kepada Non-Muslim
1. Menjalin hubungan baik (silaturrahim) dengan orang tua atau kerabat yang non-muslimAllah melarang memutuskan silaturrahim dengan orang tua atau kerabat yang non muslim dan Allah tetap menuntunkan agar hak mereka sebagai kerabat dipenuhi walaupun mereka kafir. Jadi, kekafiran tidaklah memutuskan hak mereka sebagai kerabat. Allah Ta’ala berfirman:
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku
sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu
mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS. Luqman: 15)
وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ
“Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan)
nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan
silaturrahim.” (QS. An Nisa: 1)2. Berbuat baik kepada tetangga non-muslim
Al Bukhari membawakan sebuah bab dalam Adabul Mufrod dengan ”Bab Tetangga Yahudi”dan beliau membawakan riwayat berikut.
Mujahid berkata, “Saya pernah berada di sisi Abdullah ibnu ‘Amru sedangkan pembantunya sedang memotong kambing. Dia lalu berkata,
ياَ غُلاَمُ! إِذَا فَرَغْتَ فَابْدَأْ بِجَارِنَا الْيَهُوْدِي
”Wahai pembantu! Jika anda telah selesai (menyembelihnya), maka
bagilah dengan memulai dari tetangga Yahudi kita terlebih dahulu.” Lalu ada salah seorang yang berkata,
آليَهُوْدِي أَصْلَحَكَ اللهُ؟!
“(Anda memberikan sesuatu) kepada Yahudi? Semoga Allah memperbaiki kondisi anda.””Abdullah bin ’Amru lalu berkata,
إِنِّي
سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوْصِي بِالْجَارِ،
حَتَّى خَشَيْنَا أَوْ رُؤِيْنَا أَنَّهُ سَيُوّرِّثُهُ
‘Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berwasiat
terhadap tetangga sampai kami khawatir kalau beliau akan menetapkan hak
waris kepadanya.” ( Adabul Mufrod no. 95/128. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa riwayat ini shahih. Lihat
Al Irwa’ (891): [Abu Dawud: 40-Kitab Al Adab, 123-Fii Haqqil Jiwar. At
Tirmidzi: 25-Kitab Al Birr wash Shilah, 28-Bab Maa Jaa-a fii Haqqil
Jiwaar] )3. Perbuatan Ihsan Rasulullah Muhammad SAW terhadap non-muslim
- Dalam sejarah disebutkan bahwa Rasulullah memiliki beberapa orang yang membantunya untuk keperluannya sehari hari atau menemaninya dalam perjalanan, diantaranya adalah Anas bin Malik, Abdullah bin Mas’ud dan ‘Uqbah bin Amir. Perhatikan disini, ternyata Rasulullah juga memiliki pembantu yang beragama Yahudi. Pembantu Rasulullah yang beragama Yahudi ini disebutkan dalam hadits riwayat Bukhari no. 1356. Kisahnya, ketika si pembantu Yahudi ini sakit Rasulullah s.a.w. menjenguknya. Renungkan dua prihal ini, beliau pernah mengangkat pembantu seorang pemuda dari agama Yahudi dan beliau menjenguk pembantu Yahudi tadi yang notabene non-muslim ketika ia sakit.
- Ketika ada jazanah Yahudi yang melintas di depan Rasulullah, beliau berdiri. Sahabt bertanya: “Jenazah itu adalah yahudi wahai Rasulullah”. Kemudian Rasulullah bersabda: “bukankah jenazah itu juga jiwa manusia”. (HR. Bukhari, no. 1312).
Perkara Apa Saja yang termasuk Loyal (Wala') terhadap Orang-orang Kafir? (Tahdzib Tashil Al ‘Aqidah Al Islamiyah, Prof. ‘Abdullah bin ‘Abdul ‘Aziz Al Jibrin, hal. 224-229, Maktabah Al Mulk Fahd Al Wathoniyah, cetakan pertama, 1425 H)
1. Menjadikan orang kafir teman dekat (sahabat) dan mencintainyaAllah Ta’ala berfirman,
لَا
تَجِدُ قَوْماً يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ
مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءهُمْ أَوْ
أَبْنَاءهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari
akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah
dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak
atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (QS. Al Mujadilah: 22).Dalam hal ini, kebanyakan dari kita masih belum memahami tentang dilarangnya untuk menjalin persahabatan dengan orang-ornag kafir. Mengapa? Salah satu hal yang ditakutkan adalah terpengaruhnya akidah kita dengan agama yang dianutnya. Selain itu, orang-orang kafir adalah orang yang menentang Allah swt dan Rasul-rasulNya. Namun, dalam konteks ini dikecualikan cinta yang bersifat tabi’at seperti kecintaan seorang anak kepada orang tuanya yang musyrik. Cinta seperti ini dibolehkan.
2. Bekerjasama atau membantu merayakan perayaan orang kafir, seperti membantu dalam acara natal
Hal ini diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama. Dan Allah Ta’ala pun berfirman,
وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al Maidah: 2)Begitu pula diharamkan menghadiri perayaan agama mereka. Allah Ta’ala menceritakan mengenai sifat orang beriman,
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا
“Dan orang-orang yang beriman adalah yang tidak menyaksikan perbuatan zur,
dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan
perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan
menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al Furqon: 72).Di antara makna “tidak menyaksikan perbuatan zur” adalah tidak menghadiri perayaan orang musyrik. Inilah yang dikatakan oleh Ar Robi’ bin Anas. Jadi, ayat di atas adalah pujian untuk orang yang tidak menghadiri perayaan orang musyrik. Jika tidak menghadiri perayaan tersebut adalah suatu hal yang terpuji, berarti melakukan perayaan tersebut adalah perbuatan yang sangat tercela dan termasuk ‘aib. Begitu pula diharamkan mengucapkan selamat pada hari raya orang kafir. Bahkan diharamkannya hal ini berdasarkan ijma’ atau kesepakatan para ulama.
3. Menyerupai orang kafir (tasyabbuh) dalam hal pakaian, penampilan dan kebiasaan
Hal ini didasarkan pada hadits shahih yang berbunyi :
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
(HR. Ahmad dan Abu Daud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ (1/269) mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269)
Oleh karena itu, perilaku tasyabuh (menyerupai orang kafir) dalam perkara yang menjadi ciri khas mereka adalah diharamkan. Contohnya adalah mengikuti model pakaian yang menjadi ciri khas mereka.
4. Diharamkan bepergian ke negeri kafir tanpa ada hajat.
Diharamkan berpergian ke negeri-negeri kafir, kecuali jika ada maslahat (seperti untuk berobat, berdakwah, dan berdagang), maka ini dibolehkan asalkan memenuhi tiga syarat berikut:
- Memiliki bekal ilmu agama yang kuat sehingga dapat menjaga dirinya.
- Merasa dirinya aman dari hal-hal yang dapat merusak agama dan akhlaqnya.
- Mampu menampakkan syi’ar-syi’ar Islam pada dirinya.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ
الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلآئِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُواْ
فِيمَ كُنتُمْ قَالُواْ كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الأَرْضِ قَالْوَاْ
أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُواْ فِيهَا
فَأُوْلَـئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَسَاءتْ مَصِيراً,إِلاَّ
الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاء وَالْوِلْدَانِ لاَ
يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلاَ يَهْتَدُونَ سَبِيلاً,فَأُوْلَـئِكَ عَسَى
اللّهُ أَن يَعْفُوَ عَنْهُمْ وَكَانَ اللّهُ عَفُوّاً غَفُوراً
“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan
menganiaya diri sendiri , (kepada mereka) malaikat bertanya : “Dalam
keadaan bagaimana kamu ini ?”. Mereka menjawab : “Adalah kami
orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)”. Para malaikat berkata :
“Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu
?”. Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu
seburuk-buruk tempat kembali, kecuali mereka yang tertindas baik
laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya
dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah), mereka itu, mudah-mudahan
Allah mema’afkannya. Dan adalah Allah Maha Pema’af lagi Maha Pengampun.” (QS. An Nisa’: 97-98)Ada dua rincian yang mesti diperhatikan:
- Jika orang kafir yang baru masuk Islam, lalu tinggal di negeri kafir dan tidak mampu menampakkan keislaman (seperti mentauhidkan Allah, melaksanakan shalat, dan berjilbab –bagi wanita-) dan ia mampu berhijrah, maka saat itu ia wajib berhijrah ke negeri kaum muslimin. Hal ini berdasarkan kesepakatan para ulama. Dan tidak boleh muslim tersebut menetap di negeri kafir kecuali dalam keadaan darurat.
- Jika muslim yang tinggal di negeri kafir masih mampu menampakkan keislamannya, maka berhijrah ke negeri kaum muslimin pada saat ini menjadi mustahab (dianjurkan). Begitu pula dianjurkan ia menetap di negeri kafir tersebut karena ada maslahat untuk mendakwahi orang lain kepada Islam yang benar.
Para Ulama Sepakat HARAM Mengucapkan Selamat Natal
Perkataan Ibnul Qayyim dalam Ahkam Ahlu Dzimmah:”Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya.” Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya.
Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka dia pantas mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.”( Ahkam Ahli Dzimmah, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, 1/441, Dar Ibnu Hazm, cetakan pertama, tahun 1418 H.)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ’Utsaimin mengatakan, ”Ucapan selamat hari natal atau ucapan selamat lainnya yang berkaitan dengan agama kepada orang kafir adalah haram berdasarkan kesepakatan para ulama.” (Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibnu ‘Utsaimin, 3/28-29, no. 404, Asy Syamilah.)
Herannya ulama-ulama kontemporer saat ini (Semacam Yusuf Qardhawi, begitu pula Lembaga Riset dan Fatwa Eropa.) malah membolehkan mengucapkan selamat Natal. Alasan mereka berdasar pada surat Al Mumtahanah ayat 8. Sungguh, pendapat ini adalah pendapat yang ’nyleneh’ dan telah menyelisihi kesepakatan para ulama. Pendapat ini muncul karena tidak bisa membedakan antara berbuat ihsan (berlaku baik) dan wala’ (loyal). Padahal para ulama katakan bahwa kedua hal tersebut adalah berbeda sebagaimana telah kami utarakan sebelumnya.
Pendapat ini juga sungguh aneh karena telah menyelisihi kesepakatan para ulama (ijma’). Sungguh celaka jika kesepakatan para ulama itu diselisihi. Padahal Allah Ta’ala berfirman,
وَمَنْ
يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى
وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى
وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min,
Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu
dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk
tempat kembali.”(QS. An Nisa’: 115). Jalan orang-orang mukmin inilah ijma’ (kesepakatan) mereka.(Dikutip dari rumaysho.com)
Toleransinya umat muslim kepada teman-teman non-muslim kita yaitu : "Bagimu agamamu, bagiku agamaku" (QS Al-Kafirun : 6). Biarkanlah mereka menjalankan kewajiban ibadah sekaligus perayaan agama dengan tenang dan damai. Kita sebagai muslim, cukup menghargai dengan cara seperti itu. Janganlah diusik ibadah mereka, biarlah mereka melaksanakan kewajibannya kepada Tuhan yang mereka yakini.
Semoga Allah swt melindungi kita semua dan menuntun kita ke jalan yang di ridhoi-Nya. Aamiin. Mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan dan penafsiran Semoga bermanfaat. Terimakasih. Wassalamu'alaikum wr wb.
Penulis : Casilda Aulia Rakhmadina
Komentar
Posting Komentar
Thank you for visiting