Halo! It has been long time aku ga nulis di blog lagi. Selain karena mager (biasanya kalo kosong skrg lbh suka mantengin twitter atau youtube, ehe), situasi disini cukup bikin parno tapi tetep harus kalem hehe.
Ya, seperti yang kalian tau kalo sekarang lagi heboh banget sama virus korona yang konon katanya pertama kali menginfeksi salah satu "patient zero" di kota Wuhan, China. Aku tipe orang yang selalu mencoba "well-prepared" disaat terjadi hal-hal demikian. Sejak pertama kasus itu mencuat, aku udah mantengin berita-berita di Al-Jazeera, CNN, VOA, South China, Jakarta Post dan lain sebagainya. Tujuannya biar nggak kudet sama apa yang terjadi di dunia ini dan biar bisa get ready kalo itu virus nyampe ke Eropa.
Sekitar bulan Januari atau Februari, korona akhirnya sampai juga ke Jerman--negara tetangga Polandia sebelah timur (kalo diliat dari peta ya). Diikuti lagi di beberapa negara lain, seperti Finlandia, Swedia, Spanyol, Switzerland, dan Italia yang saat ini menjadi episenter penyebaran virus korona kedua setelah China. Setelah kasus Italia makin banyak, hampir sebagian besar (di berita kalo gak salah < 50%) kasus korona di Eropa adalah jenis import case atau kasus bawaan dari luar, ya darimana lagi kalo bukan Italia? Soalnya, Italia kan negara wisata ya. Bahkan untuk orang-orang Eropa sendiri pada suka kesana buat liburan. Kalo ke Italia juga bisa sekalian ke Vatikan, buat mereka yang mau sekedar jalan-jalan atau mau have a spiritual journey. Warga Polandia sendiri termasuk mereka yang sering banget melakukan perjalanan ke Italia. Lalu, gimana kondisi disini?
Saat negara-negara Eropa lain udah mulai kena korona dengan angka kasus cukup banyak, Polandia masih belum record satupun, sampai pada minggu pertama menuju kedua bulan Maret. Diketahui ada seorang pria dari Zielona Góra yang keinfeksi setelah melakukan perjalanan ke Jerman, wow. Dari situ, pemerintah langsung kasih pengumuman untuk waspada akan "many cases to come". Bener aja, setelah kasus pertama, berikutnya makin banyak kasus yang discovered. Pemerintah Polandia akhirnya memutuskan buat melakukan lockdown mulai tanggal 12 Maret 2020. Gimana nasibku sebagai mahasiswa disini? Of course sangat terdampak, karena lockdown means all education matters are suspended, including kindergartens, child clubs, school, and universities. Guys, aku baru masuk kampus hari pertama itu tanggal 9 Maret 2020 dan tiga hari kemudian udah harus dirumahkan belajarnya. Bahkan, dua hari lalu, kampusku ngumumin kalo remote class akan dilaksanakan sampai akhir semester, meaning that no class in this semester. Kalo ditanya sedih? Iya. Stress? Banget cuma ga keliatan ya di sosmed hehe. Tapi, during lockdown, aku jadi sadar betapa tidak berdayanya kita sebagai manusia yang seringkali congkak atas apa yang kita punya. Too proud until we do not realize that our feet are still on the earth, masih napak loh. Bukan malaikat yang bisa terbang.
Hari ini udah 30 hari sejak lockdown ditetapkan. Banyak banget pelajaran yang bisa dipetik dari kejadian ini, termasuk lockdown yang aku alami. Ternyata, manusia itu makhluk sosial ya? Makhluk yang ga bisa kalo ga interaksi terlalu lama sama orang lain. Selama ini, kita terlalu sibuk dengan dunia kita, dengan smartphone yang mematikan rasa dengan manusia lain di dunia nyata, tapi terlalu menyambung dengan mereka di dunia maya--yang hanya bisa lihat kita dari sisi baiknya. Di lockdown ini, kita diajarin buat menambah syukur akan udara yang disediain Allah, difasilitasi sama Bumi. Syukur itu baru timbul kalo ada kejadian yang ga enak gini emang ya? Sekarang, kemana-mana wajib pake masker. Kemarin sempat ke supermarket yang jaraknya 1,8 - 2,0 km an dari asrama dengan jalan kaki (jarak segitu buat di Polandia deket banget ya guys) karena naik bus akan menambah resiko terinfeksi, soalnya bakal ketemu lebih banyak orang ya. I put my mask on dan itu rasanya nafas cuma setengah, ngga bebas, ngga ada jeda buat ngehirup udara. Gini ya ternyata ketika nikmat menghirup udara bebas dikurangi? Gimana ya rasanya jadi orang yang ngga bebas bernafas pake ventilator? Gimana ya rasanya jadi orang-orang yang kejebak di kebakaran hutan kemarin? Apa sesusah gini juga? Atau bahkan lebih parah? Pertanyaan-pertanyaan ini muncul di kepalaku.
Ditambah lagi, akhir bulan April ini kita udah memasuki bulan Ramadhan yang in syaa Allah akan jatuh pada tanggal 24 April 2020. Due to this COVID19 issue, demi kemaslahatan umat, akhirnya diputuskan kalau tarawih dan sholat ied ditiadakan. I was like "wow!" when this announcement was announced. Between sad and worry. Sedih banget, pastinya. Nggak kebayang aja Ramadhan tanpa tarawih di masjid itu gimana? Tanpa ada tadarus-tadarus Al-Qur'an yang biasanya menggema sampai tengah malam di seluruh penjuru masjid yang ada di dunia. Allah, berat banget ya cobaan kali ini. Seumur-umur, baru kali ini experiencing this kind of thing. Despite the fact I am living in Poland, which known as Catholic country and I am a minority here, usually there are tarawih prayers here. Unfortunately, Islamic organisation here decided to not held any kind of mass religious activities for the sake of kindness, to protect the community. Could you even imagine? I am so far away and now cannot 100% experience the vibes of Ramadan. At first I thought it was okay because we still can do prayers in a mosque during this holy month. However, Allah has a better plan for us all. He wants us to use this time as wise as possible to reflect upon how we had behaved lately. Maybe, He wants to hear our prayers louder, our hearts sincere, and our behavior improves. I believe, this too shall pass. Mother Earth is now taking a rest from a very long period of torturing. As we know from several medias and news that NASA reported the pollution of the Earth is decreasing massively. Yes, our Earth is now healing and humans should pay for that by staying at home for a while.
Now, we realize that Earth without us is okay. But, we without Earth is like a bird trapped in its cage. Desperately waiting for the time to be released to the sky. May God heals this Earth soon, therefore we can live a normal life once again. Aamiin.
Ya, seperti yang kalian tau kalo sekarang lagi heboh banget sama virus korona yang konon katanya pertama kali menginfeksi salah satu "patient zero" di kota Wuhan, China. Aku tipe orang yang selalu mencoba "well-prepared" disaat terjadi hal-hal demikian. Sejak pertama kasus itu mencuat, aku udah mantengin berita-berita di Al-Jazeera, CNN, VOA, South China, Jakarta Post dan lain sebagainya. Tujuannya biar nggak kudet sama apa yang terjadi di dunia ini dan biar bisa get ready kalo itu virus nyampe ke Eropa.
Katowice, Poland (2019) |
Sekitar bulan Januari atau Februari, korona akhirnya sampai juga ke Jerman--negara tetangga Polandia sebelah timur (kalo diliat dari peta ya). Diikuti lagi di beberapa negara lain, seperti Finlandia, Swedia, Spanyol, Switzerland, dan Italia yang saat ini menjadi episenter penyebaran virus korona kedua setelah China. Setelah kasus Italia makin banyak, hampir sebagian besar (di berita kalo gak salah < 50%) kasus korona di Eropa adalah jenis import case atau kasus bawaan dari luar, ya darimana lagi kalo bukan Italia? Soalnya, Italia kan negara wisata ya. Bahkan untuk orang-orang Eropa sendiri pada suka kesana buat liburan. Kalo ke Italia juga bisa sekalian ke Vatikan, buat mereka yang mau sekedar jalan-jalan atau mau have a spiritual journey. Warga Polandia sendiri termasuk mereka yang sering banget melakukan perjalanan ke Italia. Lalu, gimana kondisi disini?
Saat negara-negara Eropa lain udah mulai kena korona dengan angka kasus cukup banyak, Polandia masih belum record satupun, sampai pada minggu pertama menuju kedua bulan Maret. Diketahui ada seorang pria dari Zielona Góra yang keinfeksi setelah melakukan perjalanan ke Jerman, wow. Dari situ, pemerintah langsung kasih pengumuman untuk waspada akan "many cases to come". Bener aja, setelah kasus pertama, berikutnya makin banyak kasus yang discovered. Pemerintah Polandia akhirnya memutuskan buat melakukan lockdown mulai tanggal 12 Maret 2020. Gimana nasibku sebagai mahasiswa disini? Of course sangat terdampak, karena lockdown means all education matters are suspended, including kindergartens, child clubs, school, and universities. Guys, aku baru masuk kampus hari pertama itu tanggal 9 Maret 2020 dan tiga hari kemudian udah harus dirumahkan belajarnya. Bahkan, dua hari lalu, kampusku ngumumin kalo remote class akan dilaksanakan sampai akhir semester, meaning that no class in this semester. Kalo ditanya sedih? Iya. Stress? Banget cuma ga keliatan ya di sosmed hehe. Tapi, during lockdown, aku jadi sadar betapa tidak berdayanya kita sebagai manusia yang seringkali congkak atas apa yang kita punya. Too proud until we do not realize that our feet are still on the earth, masih napak loh. Bukan malaikat yang bisa terbang.
Hari ini udah 30 hari sejak lockdown ditetapkan. Banyak banget pelajaran yang bisa dipetik dari kejadian ini, termasuk lockdown yang aku alami. Ternyata, manusia itu makhluk sosial ya? Makhluk yang ga bisa kalo ga interaksi terlalu lama sama orang lain. Selama ini, kita terlalu sibuk dengan dunia kita, dengan smartphone yang mematikan rasa dengan manusia lain di dunia nyata, tapi terlalu menyambung dengan mereka di dunia maya--yang hanya bisa lihat kita dari sisi baiknya. Di lockdown ini, kita diajarin buat menambah syukur akan udara yang disediain Allah, difasilitasi sama Bumi. Syukur itu baru timbul kalo ada kejadian yang ga enak gini emang ya? Sekarang, kemana-mana wajib pake masker. Kemarin sempat ke supermarket yang jaraknya 1,8 - 2,0 km an dari asrama dengan jalan kaki (jarak segitu buat di Polandia deket banget ya guys) karena naik bus akan menambah resiko terinfeksi, soalnya bakal ketemu lebih banyak orang ya. I put my mask on dan itu rasanya nafas cuma setengah, ngga bebas, ngga ada jeda buat ngehirup udara. Gini ya ternyata ketika nikmat menghirup udara bebas dikurangi? Gimana ya rasanya jadi orang yang ngga bebas bernafas pake ventilator? Gimana ya rasanya jadi orang-orang yang kejebak di kebakaran hutan kemarin? Apa sesusah gini juga? Atau bahkan lebih parah? Pertanyaan-pertanyaan ini muncul di kepalaku.
Ditambah lagi, akhir bulan April ini kita udah memasuki bulan Ramadhan yang in syaa Allah akan jatuh pada tanggal 24 April 2020. Due to this COVID19 issue, demi kemaslahatan umat, akhirnya diputuskan kalau tarawih dan sholat ied ditiadakan. I was like "wow!" when this announcement was announced. Between sad and worry. Sedih banget, pastinya. Nggak kebayang aja Ramadhan tanpa tarawih di masjid itu gimana? Tanpa ada tadarus-tadarus Al-Qur'an yang biasanya menggema sampai tengah malam di seluruh penjuru masjid yang ada di dunia. Allah, berat banget ya cobaan kali ini. Seumur-umur, baru kali ini experiencing this kind of thing. Despite the fact I am living in Poland, which known as Catholic country and I am a minority here, usually there are tarawih prayers here. Unfortunately, Islamic organisation here decided to not held any kind of mass religious activities for the sake of kindness, to protect the community. Could you even imagine? I am so far away and now cannot 100% experience the vibes of Ramadan. At first I thought it was okay because we still can do prayers in a mosque during this holy month. However, Allah has a better plan for us all. He wants us to use this time as wise as possible to reflect upon how we had behaved lately. Maybe, He wants to hear our prayers louder, our hearts sincere, and our behavior improves. I believe, this too shall pass. Mother Earth is now taking a rest from a very long period of torturing. As we know from several medias and news that NASA reported the pollution of the Earth is decreasing massively. Yes, our Earth is now healing and humans should pay for that by staying at home for a while.
Now, we realize that Earth without us is okay. But, we without Earth is like a bird trapped in its cage. Desperately waiting for the time to be released to the sky. May God heals this Earth soon, therefore we can live a normal life once again. Aamiin.
Komentar
Posting Komentar
Thank you for visiting