DEJA VU DALAM LORONG
SENJA
Tubuhku seakan dibawa melayang, entah itu aku berada dalam
keadaan sadar atau hanya sekedar bayangan mimpi. Tengah malam itu, seakan
tubuhku diam tak bergerak. Seperti membeku, nadiku berhenti, dan seketika aku
merasa melihat remang-remang cahaya lampu, mengikutiku melewati sebuah lorong.
Aku masih tidak sadar, apa ini nyata?
Esok paginya, aku bangun. “Hah, ternyata semalam itu cuma
mimpi doang, syukur deh. Ffhh” gumamku dalam hati. “Sayang, sudah jam berapa
ini? Kamu nggak masuk sekolah?” kata Ibuku sedikit berteriak memanggilku.
Maklum, kamarku berada dilantai dua. “Iya..iya Bu, bentaran Chazy mandi dulu, 5
menit lagi turun kok!” sahutku. Selang kurang lebih 5 menit mandi, dan kemudian
ganti baju, aku pun turun untuk makan pagi bersama Ayah, Ibu, dan Adikku. “Kamu
ini mandi atau ngapain Chaz? Lama banget. Adikmu itu kasian, kan dia sekolah
berangkat sama kamu, nanti kalau dia telat gimana?” omel Ayah. “Iya Yah.”
sahutku pendek. “Iya nih kak Chazy lemotnya super!” gerutu adikku. “Ih..anak
kecil diam kenapa sih!”.
Tiba-tiba ditengah makan pagi, “Sayang, kamu nggak papa kan?
Kok mukamu pucet gitu? Kalau kamu sakit nggak usah masuk sekolah. Biar Ibu
bikinin surat izin?” tanya Ibuku tiba-tiba. “Hah? Enggak kok Bu. Aku oke aja”
jawabku. Ibu memegang dahiku, memastikan apakah suhu tubuhku tinggi. Tapi,
ternyata diluar dugaan. Ibuku merasa tubuhku dingin, dan seperti aku terkena
masuk angin. “Badan kamu dingin gini, nggak usah masuk sekolah dulu ya?” tanya
Ibu dengan nada khawatir. “Nggak deh Bu, aku ada ujian Kimia hari ini, sayang
banget kalo nggak masuk. Udah tenang aja aku nggak papa kok” jawabku sambil
tersenyum meyakinkan Ibu, kalau kondisiku baik-baik saja.
Pukul 06.40 aku dan adikku pamit untuk berangkat kesekolah. Seperti
biasa, aku naik motor dan mengantarkan adikku kesekolahnya terlebih dahulu.
Kebetulan sekolah adikku satu arah dengan sekolahku. Setelah sampai disekolah
adikku, adikku pun berpamitan padaku dan bersalaman. Namun, adikku menatapku
dengan wajah agak keheranan “Kak, kantung mata kakak item banget. Main skype
mulu sih, bandel dibilangin. Haha” ujarnya sambil tertawa. Aku ingin menjitak
kepalanya, tapi dia keburu lari masuk kesekolahnya. “Dasar bayi! Huh!” gerutuku
dalam hati.
Gerbang sekolahku hampir ditutup, Pak Gatot satpam sekolah
udah stay didepan gerbang, siap-siap menutup gerbang itu. Aku pun langsung
menerobos masuk. Dan meletakkan sepedaku diparkiran, lalu bergegas lari menuju
kelas. Parahnya, aku lupa kalau hari ini ada jam tambahan TOEFL. OH DAMN!
“Assalamu’alaikum!”. “Wa’alaikumsalam.” Sahut teman-temanku. “Loh, nggak ada
tambahan TOEFL?” tanyaku dengan nada serius. “Nggak, Mr.Christ lagi UKG, jadi
dikosongin jamnya.” Jawab Tasya temanku. “Serius?”. “Sepuluh rius deh buat
kamu”. Aaaah, terlanjur lari maraton dari tempat parkir, nerobos gerbang Pak
Gatot, eh ternyata. Lumayan juga lari pagi, berapa kalori yang udah keluar tuh.
Jam ke 0, Mr.Christ UKG, dan terpaksa dikosongkan. Jam ke 1
dan 2 pun juga dikosongkan karena guru Matematika lagi menemani anak kelas 12
IPS studytour ke Bali. Alhasil, aku dan teman-teman pun istilahnya “nganggur”
parah! Kadang, nggak enak juga sih kalau dianggurin gini, tapi kalau ada
pelajaran juga males banget. Haha anak sekolah jaman sekarang. “Woy tonggo!
Kamu nggak ke perpus? Biasanya demen banget kesono, ayo buruan. Dikelas juga
panasnya minta ampun gini!” ajak Lili sambil sedikit mengeluh dengan keadaan
kelas. Maklum, kelasku itu ironis sekali. AC mati, komputer kelas gak fungsi,
projector lelet, kipas angin nggak ada, gila nggak? “Ayo deh, kelas kayak neraka
bocor gini”. “Haha bisa aje, ayo dah!”
Aku, Lili, dan Tasya pun pergi ke perpus, sekedar baca-baca
buku dan merasakan dinginnya AC perpustakaan kami. Maklum, perpus kami habis
direnovasi dan semuanya serba baru. “Cie banget nih perpus, enak kali ya kalau
punya kelas seadem ini, hwah!” seru Lili. “Wks, asal njeplak mulu ini anak,
protes sono noh ke pak kepse, kamu kan OSIS. Hehehe” godaku sambil menyenggol
lengan Lili. “Iye, ane bukan anaknya mblo! Enak aje kalo nyerocos, huh!”
jawabnya sungut. Sementara itu, Tasya tidak mempedulikan Aku dan Lili, ia malah
asik bermain-main dengan tabnya. “Hayo.. Buka apaan?” tanyaku sambil sedikit
menggertak dan bercanda. Tasya menyembunyikan tabnya, “Apaan sih! Ini nih, ada
cowok super duper Subhanallah nggantengnya, serius nggak bohong deh. Masha
Allah” jawabnya dengan nada yang super lebay dan alay tingkat dewa. “Ah lebay
ah lebaynya mulai deh” sahutku. “Yee, ini nih, bentar aku tunjukin. Tapi jangan
kaget atau kesengsem ya? Punyaku nih haha”. “Iye, PD banget coba”. Setelah
ditunjukkan, aku pun terhenyak, “Ini lu bilang ganteng? Demi apa coba? Hahaha”
ujarku sambil tertawa terbahak-bahak. Tasya menunjukkan foto pacarnya yang bule
timur tengah itu. Dan sontak aku pun langsung tertawa. Sialnya, gara-gara
tertawaku itu, aku pun terkena semburan naga api dari Bu Guru killer penjaga
perpus. “Hey! Kalian tahu tidak? Ini perpus, bukan pasar! Harap tenang!” kata
Bu Meta sambil marah-marah. Aku pun langsung diam membisu, sambil memegangi
perutku yang sakit gara-gara menahan tawa.
Jam menunjukkan pukul 15.15 sore, aku pun segera menuju
tempat parkir bersama Tasya. Seperti biasa, dia menggandeng tanganku. Namun
tiba-tiba dia kaget, “Chaz, tanganmu dingin banget? Sakit?” tanyanya, sambil
memegang dahiku. “Hah? Nggak deh, biasa aja” ujarku. “Oh, yaudah. Tapi tanganmu
beneran dingin tau, tapi yaudah deh” katanya. Setelah itu kami berpisah karena
sepeda motorku berada di parkiran dalam, dan sepeda motor Tasya berada di
parkiran luar. Akupun harus langsung les kimia waktu itu. Namun, saat aku
hendak menstater sepeda motorku, ada seorang bapak-bapak yang melihatku dengan
tatapan mata tajam dan aneh. Lalu dia berkata dengan sedikit berbisik “21 nak”
ujar bapak itu. Aku tidak paham apa yang dimaksud bapak itu, yasudahlah aku
mengabaikannya. Lalu aku berangkat ke tempat lesku.
Sesampainya disana, jam menunjukkan pukul 15.30, aku pun
bergegas masuk dan kemudian mengeluarkan buku-buku les. Sambil menunggu tentor
kimia datang, aku meluangkan waktu untuk sholat terlebih dahulu. Kebetulan
disediakan tempat sholat di lesku. Aku mulai menunaikan ibadah wajibku. Sekitar
kurang lebih 4 menit, aku selesai. Tapi, aku merasa Ashar kali ini berbeda.
“Tumben, Ashar gini adem banget, damai pula. Subhanallah deh” gumamku. Aku
merasakan ada angin sepoi-sepoi yang melewati ubun-ubunku, masuk kedalam tulang
dan nadiku. Padahal hari itu sangatlah hangat. “Chaz, tentor udah datang tuh!
Cepet gih sholatnya!” kata Anya temanku, mengingatkanku. “Iya bentar, ngelipet
nih!” jawabku. Dengan buru-buru aku masuk ke kelas biru, dan mengikuti
pelajaran les kimia selama 1,5 jam. Adzan Maghrib pun berkumandang diantara
senja cakrawala, burung berlarian menuju persembunyian, meninggalkan
decit-decit kesan kemari. Bersamaan dengan itu, aku pun selesai les dan pulang.
Keesokan harinya, seperti rutinitas pagi biasanya. Aku
langsung berpamitan dengan Ayah dan Ibu, berangkat bersama adik menuju sekolah.
Kali ini, aku melewatkan sarapan pagiku, karena terburu-buru, hari ini ada
ulangan Sejarah, dan parahnya aku belum belajar sama sekali karena semalam aku
tertidur pulas karena kelelahan setelah les. “Ayo dong cepetan dek, lama amat
sih! Buru telat nih! Heuh!” gerutuku. “Iya, sabar dikit kenapa sih. Cewek itu
harus sabar, lemah lembut, nggak kayak kakak nih marah-marah mulu kayak
nenek-nenek” ujar adikku sambil sok menasehati. “Cowok bawel ih, ayo cepet!”
gertakku. Aku mengendaraiki sepeda motorku 70km/jam, adikku pun memegang
pinggulku dengan erat. “Kenapa? Takut? Salah sendiri lemot banget jadi cowok.
Hahaha” godaku. “Diem lu kak, bawel!” katanya sambil sedikit gemetaran. Setelah
sampai disekolah adikku, ia pun berpamitan dan masuk kesekolahnya. Aku bergegas
menuju sekolahku. Dan sesampainya disana, aku telat. Sudah kutebak sebelumnya.
Gerbang dikunci, dan aku harus menunggu didepan sekolah sekitar 30menit,
menunggu pak satpam selesai apel.
Saat aku menunggu pak satpam yang nggak balik-balik dari
apel, tiba-tiba ada seseorang menepuk pundakku dari belakang. “Hey. Nungguin
siapa?” kata cowok itu. “Engg.. ini nungguin Pak Satpam lama banget, gak
balik-balik dari apel pagi. Maaf, kamu siapa ya?”. “Oh iya sampai lupa, kenalin
namaku Fatih” katanya sambil mengulurkan tangan. “Oke, namaku Chazy” jawabku
sambil tersenyum. “By the way, kamu siswi sini? Kok aku nggak pernah keliatan
ya?”. “Hehe, iya. Aku ngumpet dalam kelas aja, aku juga gak pernah keliatan
kamu tuh”. “Well, aku emang udah alumni kali, ini tadi barusan lewat aja. Terus
nemuin sesosok murid yang kekunci depan gerbang haha” ledeknya. “Haha, kasian
banget ya akunya” jawabku sambil tertawa. 5 menit berlalu, Pak Gatot, satpam
sekolah pun kembali dari apel dan membukakan pintu gerbang. “Neng neng, tetep
aja kebiasaannya telat” ujarnya sambil geleng-geleng kepala. Aku hanya nyengir
tanpa berdosa. “Nganterin adik kesekolahnya dulu pak, hehe. Duluan ya pak!”
teriakku sambil melambaikan tangan sembari menuntun sepeda motorku menuju
parkir luar.
Benar saja, aku ketinggalan Ulangan Kimia, pelajaran
favoritku. “Ah sial! Kenapa harus kimia yang aku lewatin? Tuhan!” gumamku dalam
hati. Ulangan Kimia sedang berlangsung dikelas 12 IA 5, kelasku. Aku pun tidak
berani masuk, jangankan masuk, mengetuk pintu saja aku nggak berani. Karena
guru kimiaku termasuk salah satu guru terdisiplin disekolahku. Beliau nggak
nerima alasan sedikitpun kalau muridnya terlambat. Walau ulangan, kalau
terlambat harus menunggu diluar sampai ulangan selesai. Parahnya, kali ini
ulangan berlangsung 1,5 jam. Aku harus menunggu 1 jam diluar. “Oh Tuhan! Kenapa
ini harus terjadi? Kenapa kimia sih? Mana kali ini bab nya rumit banget lagi.
Aah bego banget sih!” gumamku sambil memukul-mukul kepalaku sendiri.
1 jam berlalu, akhirnya ulangan pun berakhir. Bu Fani keluar
dari kelasku. Aku yang sontak langsung berdiri dan bersalaman dengan beliau,
kemudian aku bertanya “Bu, maaf saya tadi telat soalnya...”. Belum selesai aku
menjelaskan, pembicaraanku dipotong “Soalnya nggak ada alasan buat saya untuk
murid yang terlambat. Tidak disiplin sama sekali!” gertaknya. “Iya Bu. Maafin
saya Bu. Janji nggak ngulangin lagi. Oh iya Bu, berhubung saya tadi nggak ikut
ulangan, kira-kira kapan saya bisa nyusul Bu?” tanyaku dengan nada merendah,
berharap Bu Fani memberiku kelonggaran. “Temui saya diruang guru jam istirahat
pertama, tidak pakai telat! Kalau kamu telat lagi, tidak akan ada ujian
susulan!”. “Iya Bu, janji nggak telat” jawabku dengan lega. Saat jam istirahat,
aku menuju ruang guru untuk menyelsaikan ulangan kimia yang tertunda gara-gara
telat. Aku diberi waktu 1,5 jam, dan aku melewatinya dengan mulus. Syukurlah!
12 Hari Kemudian
Hari-hariku penuh dengan warna bersama teman-teman yang aku
cintai. Ya, ini adalah penghujung masa-masa SMAku. Rasanya tidak ingin beranjak
dari bangku ini, setiap sudut dari sekolah ini, bahkan orang-orang yang ada
didalamnya, semua begitu jelas terkenang dan terekam dalam serebrumku. “Woy,
ngelamun aja! Awas kemasukan demit lho ntar” ujar seseorang mengagetkanku dalam
lamunan di taman sekolah. “Eh kamu, Fatih kan? Kok bisa kamu disini sih?”
tanyaku heran. “Bisa dong, kan aku pakai ilmu kanuragan hehe” ujarnya sambil
nyengir. “Ah bisa aja” jawabku. “Ngapain disini sendirian ngelamun nggak jelas?
Mending ikut aku, ke kantin? Yuk!” ajaknya. “Hmm..boleh deh, tapi traktirin ya?
Hehehe” candaku. “Wah, aku lagi gak punya uang nih, ntar kalo uangku udah jatuh
tempo, boleh deh aku traktirin, gimana?” tawarnya. “Haha, bilang aja kere”
godaku. “Hahaha, ayo ah ke kantin!”.
Setelah di kantin, aku memesan nasi pecel dan es jeruk
kesukaanku, seperti biasanya, anak SMA selalu mencari yang murah, enak, dan
pasti kenyang. “Tih, kamu mau pesenin apa?”. “Nggak deh, kamu aja, kamu pasti
belum sarapan, ya kan?” tanyanya. “Kok tau sih? Kepo banget deh kamu” ujarku
sambil tersenyum. Aku lihat-lihat, Fatih ini ganteng juga. Tinggi, putih, ya
walaupun agak pucat, tapi bener-bener ganteng, nggak bohong. “Minum deh?”
tawarku. “Beneran Chaz bawel, aku nggak laper kok, udah kamu aja, keburu dingin
tuh nasinya”. “Oke, aku makan ya. Bener nih nggak mau?”. “Iya bawel!” katanya.
Sejak pertemuan dengan Fatih, aku merasa ada yang aneh dalam
diriku. Seperti sebuah getaran, tapi tidak bisa dijelaskan. Satu ketakutanku,
aku takut menyukainya. Caranya memperhatikanku, caranya melihatku, aah semua
tentang dia. Terutama wangi parfumnya yang sama sekali tidak bisa aku lupakan.
Hari demi hari, setelah pulang sekolah, aku jalan dengannya. Kadang hanya ke
cafe, atau makan di pinggir jalan, atau membeli buku. Semua hal tentangnya
membuatku lupa akan segala “kerumitan” disekolah.
5 Hari Kemudian
“Chaz, pulang dulu ya. Kamu jaga kesehatan, jangan lupa
makan” katanya mengingatkanku. “Iya iya, pasti. Janji deh sama kamu” jawabku
sambil tersenyum. Aku baru pulang jalan dengannya untuk membeli buku latihan
SNMPTN yang sebentar lagi menyambutku. “Sayang, kamu tadi keluar sama siapa?
Kok nggak disuruh masuk?” tanya Ibuku. “Nggak Bu, tadi dia buru-buru. Aku tadi
sama Fatih, kakak alumni SMAku” jawabku. “Yasudah, kekamar sana, istirahat
besok kamu sekolah”. “Siap Bu!” ujarku penuh semangat.
Aku menuju kamarku dilantai 2, namun malam itu ada yang
aneh. Tubuhku seketika menggigil dan aku merasa lemas. Tulang-tulang serasa
ingin lepas, otot-ototku lunglai. Entah, kenapa aku ini? Aku tidak paham. Aku
pun bergegas tidur, berharap esok pagi kondisiku kembali seperti semula.
Keesokan harinya, tubuhku semakin memburuk. Entah apa yang
terjadi, aku merasa mukaku, badanku, jemari, dan semua tulang dan ototku
mendingin juga membeku. Bibirku tak henti-hentinya berdoa dan bergetar. “Tuhan?
Ada apa denganku? Sakit apa aku ini?” gumamku dalam hati. Tiba-tiba ada suara
ketukan batu dari jendela kamarku, aku mengeceknya, dan ternyata Fatih. Dia
datang dengan menggunakan kaos dan celana serba putih. “Aku akan kesana
menyusulmu, ikutlah denganku. Aku akan menunjukkanmu sesuatu” ujarnya sambil
sedikit berteriak. “Iya, tapi bagaimana caranya kamu masuk?” tanyaku ragu.
“Tenang saja, aku bisa kok” katanya meyakinkan aku. 5 menit kemudian dia
mengetuk kamarku, aku membuka pintu. “Kamu kok bisa masuk? Sudah ketemu
Ibuku?”. “Sudah, ayo ikut aku!”. “Kemana?” tanyaku penasaran. “Suatu tempat
yang nggak pernah kamu bayangkan sebelumnya” ujarnya semakin membuatku
penasaran. “Tapi aku lagi sakit, badanku seketika dingin, aku nggak tau kenapa”
kataku dengan nada lirih. “Kamu hanya perlu memejamkan mata aja Chaz, kamu
bisa” Fatih mencoba meyakinkan aku. Aku pun diam dan memejamkan mata, seketika
aku merasakan angin sepoi-sepoi yang aku pernah rasakan beberapa minggu yang
lalu, saat aku sholat Ashar.
Tibalah saatnya aku membuka mata, Fatih pun menyuruhku
membuka mata. Betapa terkejutnya aku, saat itu aku berada disebuah rumah sakit
yang cukup besar. Aku menyadari saat aku aku berada pada suatu lorong yang
menuju ruang ICU. “Kamu ngajak aku kemana ini Tih?” tanyaku semakin penasaran.
“Sekarang ikuti aku ya” katanya sambil tersenyum. Dia memasuki kamar ICU, dan
disitu aku melihat 2 pasien. Betapa terkejutnya aku, saat aku melihat sesosok
tubuh, dan itu adalah Fatih. Lalu, dipisahkan dengan tirai, sebelahnya aku
mlihat sesosok perempuan, dan itu aku. Aku semakin bingung dengan semua ini.
“Fatih, apa ini semua? Apa maksudnya?” kataku sambil sedikit
menangis. “Ini adalah kita, kamu berada disini karena kamu tertimpa kecelakaan
sekitar satu bulan yang lalu, semua keluarga dan kerabat juga temanmu tidak ada
yang mengetahui, semua dirahasiakan, itulah mengapa ada seorang bapak-bapak
yang beberapa minggu lalu pernah berkata padamu, 21. Itu maksudnya 21 hari,
Chaz. Dan dia juga yang merahasiakan semua identitasmu. 21 hari kamu diberi
kesempatan untuk menikmati duniamu. Aku pun begitu, aku mengenalimu saat itu,
karena kamu berada dalam ICU yang sama denganku Chaz” kata Fatih menjelaskan
semua padaku. “Lalu, apa maksudmu kita telah mati? Begitu?” tanyaku sambil
menangis terisak. “Belum, kita hanya koma” jawabnya. “Lalu, aku menjalani semua
kegiatanku, bagaimana mereka bisa melihatku? Sedangkan ragaku berada disini?”.
“Mereka bisa melihatmu, tapi mereka tak bisa melihatku” jelas Fatih. “Kenapa
begitu?” tanyaku. “Kamu punya kesempatan untuk hidup walau hanya sedikit, sedangkan
aku tidak. Aku sudah menuju batas akhir hidupku. Sebelum itu, aku ingin bilang,
aku cukup bahagia mempunyai kesempatan untuk mengenalmu walau hanya di alam
ruh. Kamu, adalah gadis yang bisa membuatku nyaman didekatmu walau kita baru
bertemu” ujarnya, dan itu membuatku semakin terisak. “Sekarang, adalah hari ke
21 untukku, sekarang adalah giliranku” ujar Fatih. Ruhnya memasuki raganya yang
bisu, lalu aku mendengar mesin itu, hanya berbunyi hampa, pertanda jantung tak
berdetak dan nadi tak berdenyut. Fatih pergi meninggalkanku, disebelah
jasadnya. Akupun tau, kesempatanku hanya esok hari.
Hari in adalah hari ke 21 untukku, kujalani dengan penuh
suka cita, sebelum aku pun akhirnya pergi bersama Fatih menuju surga yang kekal
abadi. Rasanya seperti sebuah dejavu yang tak diundang. “Sayang, kamu kok pucat
banget sih?”. “Ibu, waktu itu Ibu ngelihat anak cowok masuk rumah nggak?
Kemarin Bu?” tanyaku. “Enggak sayang, kemarin Ibu nggak liat siapa-siapa masuk.
Tapi, Ibu heran kamu seperti bicara dengan seseorang kemarin dikamar. Ibu pikir
kamu mengigau, jadi Ibu biarkan kamu istirahat, emang kenapa?” tanya Ibu heran.
“Enggak Bu, Bu aku mau Ibu besok kunjungin RS. Pelita Jaya kamar ICU no 34 ya,
Chazy pengen Ibu liat orang itu, kasian orang itu Bu” pintaku. “Memang kenapa
sayang? Temanmu yang sakit?” tanya Ibu lagi. “Bukan Bu, aku hanya terlalu iba
melihat wanita dibalik kamar itu, dia habis kecelakaan Bu, tapi keluarganya
bahkan kerabat dan teman-temannya tidak ada yang mengetahui” jelasku. “Oke,
besok Ibu dan Ayah, juga Adikmu kesana ya, kamu ikut?”. “Chaz dirumah aja,
istirahat” jawbaku singkat.
Pukul 4 sore, keluargaku bergegas menuju RS. Pelita Jaya,
jarak antara RS dan rumahku memakan waktu 1 jam. Sekitar pukul 5 sore, mereka
sampai. Mereka pun mengecek ke receptionist untuk bertanya kamar ICU no 34. Suster
pun mengantarkan Ayah, Ibu, dan Adikku ke kamar itu. Setelah sampai, betapa
terkejutnya mereka mendapati yang terbaring tak berdaya disitu adalah aku,
Chazy Aulia Rahmadisyah. Sontak Ibuku langsung menangis “Chazy? Chazy? Bangun
nak. Kamu tadi kan dirumah, kenapa kamu bisa disini?” Ibu berusaha memanggilku
dengan menangis. Saat itu semua keluargaku menangis dan heran. Aku berada
disamping jasadku, saat aku bilang ingin istirahat, aku melakukan lagi apa yang
aku lakukan bersama Fatih senja kemarin. Memejamkan mata, kemudian saat aku
buka mata, aku sudah berada dikamar ini. Ibu dengan spontan menelfon sahabat
dekatku, Tasya dan Lili. Selang 30 menit, mereka tiba. Tasya langsung menangis
hiteris, dan Lili menangis dengan menutupi wajahnya. “Tante, ini kenapa Chazy?
Ini pasti bukan Chazy! Kemarin disekolah dia baik-baik aja tante, kenapa
sekarang gini?” tanya Tasya sambil menangis. “Tante juga tidak tahu Tasya,
kenapa ini semua bisa terjadi” jawab Ibuku.
Aku merasakan hatiku yang sesak. Aku pun bertemu dengan
bapak-bapak tua itu, dia berada dalam alam yang sama denganku sekarang. Dia menyapaku
“Nak, masih ingat Bapak?” tanya pak tua itu. “Iya Bapak, oh iya saya mau
ngucapin terimakasih banyak sudah membawa saya kerumah sakit ini, nolongin saya”
ujarku. “Iya sama-sama nak, waktu itu bapak melihatmu tergeletak di jalan
karena kecelakaan dengan mobil, jadi bapak membawamu kesini. Identitasmu bapak
sembunyikan karena bapak tidak ingin keluargamu tahu, bapak mengerti dan
ditugaskan untuk memberimu kesempatan 21 hari” kata bapak itu. “Iya pak, saya
tahu, ini semua akan segera berakhir. Ujungnya, saya bakal ninggalin mereka
semua”. “Tidak nak, kamu akan kembali”. “Lalu, bagaimana dengan teman saya
Fatih?” tanyaku. “Dia berbeda. Takdirnya untuk pergi kemarin. Kamu, masih
diberi Tuhan kesempatan untuk hidup. Kembalilah kepada ragamu”. Sontak aku
tersenyum bahagia. Aku sempat lupa untuk berterimakasih , aku menoleh
kebelakang. Bapak itu sudah menghilang. “Terimakasih Tuhan” gumamku dalam hati.
Aku langsung bergegas menuju ICU, disitu aku melihat keluarga dan teman-temanku
berkumpul dan menangis.
Aku menguatkan tekadku, “Aku harus kembali, tempatku bukan
disini. Aku harus segera kembali” gumamku dalam hati. Lalu, aku mendekati
ragaku yang lemah tak berdaya diatas kasur ruang ICU, peralahan tapi pasti, aku
mendekati tubuhku, dan mengatur posisiku sama dengan tubuhku, aku kembali.
Denyut jantung pada mesin itu, semakin cepat. Aku mencoba membuka mataku, dan
akhirnya Tuhan mengizinkan aku untuk hidup dalam kesempatan kedua ini. Kulihat
senyum mereka merekah seketika, Ibuku langsung memanggil dokter untuk mengecek
kondisiku. “Anak Ibu sudah pulih” kata dokter. “Alhamdulillah, syukurlah” Ibuku
mengucap syukur sambil menangis tertahan, begitu juga teman-temanku.
3 hari kemudian, aku pulang. Sebenarnya aku tidak diizinkan
Ibu untuk sekolah terlebih dahulu, tapi aku memaksa. Aku bilang, aku hanya
ingin mengingat memori yang hilang saat aku berada di ICU. Akhirnya, Ibu
mengizinkanku. Aku pun berangkat sekolah diantar oleh Ayahku menggunakan mobil.
Sesampainya disekolah, kebetulan saat itu guru-guru sedang rapat kenaikan
kelas. Jadi, banyak waktu longgar. “Li, ntar kalau ada guru, aku sms in ya. Aku
mau ke taman dulu” ujarku pada Lili. “Yakin kamu nggak papa? Aku antar ya?”
kata Lili menawariku. “Ah, nggak papa kok. Udah sehat” jawabku meyakinkan Lili.
“Yaudah kalau gitu, ati-ati ya” kata Lili. Aku pun langsung menuju taman, aku
menemui salah satu tempat duduk ditaman itu. Entah, sepertinya aku mengenali
semua ini. “Aku kayak pernah kesini, dengan seseorang. Tapi siapa ya?” gumamku.
Seketika aku mengingat semua kejadian di alam ruh itu. Tentang
bapak tua, 21 hari, dan yang paling membekas dihatiku adalah tentang Fatih. Cowok
alumni SMA ku yang sempat membuatku tertarik padanya. Namun, sekarang dia telah
pergi. Air mataku tiba-tiba menetes, bukan karena aku bersedih, tapi karena
waktu yang terlalu singkat untukku bersama Fatih. “Semoga kamu tenang ya, aku
benar-benar bersyukur melewati hari-hari dialam ruhku bersamamu. Terimakasih Fatih”
ujarku dalam hati dan dengan air mata yang mengalir dipipiku. Tuhan,
terimakasih telah beriku kesempatan ini, bersama mereka. Dan terutama,
terimakasih atas kesempatan yang Engkau berikan padaku untuk bertemu seseorang
yang bisa membuatku bertahan.
Made by : Casilda Aulia Rakhmadina
setiap kejadian dalam kehidupan, hendaknya diambil hikmah positifnya, kunjungan balik ya ke blog saya myfamilylifestyle.blogspot.com
BalasHapusyes, absolutelly. and thank you for visited :) In Shaa Allah will visit urs back.
BalasHapus