Langsung ke konten utama

Career switch: A regret, no?

Setelah lebih dari dua tahun gue memutuskan untuk memulai karir pekerjaan dengan menjadi seorang SEO content writer, this month I'm officially signing out. Keputusan ini sebenarnya udah lama pengen gue buat, tapi banyak pertimbangan yang harus gue pikirin sebelum mengambil langkah untuk mengundurkan diri dari pekerjaan gue. 

Apakah gue menyesal untuk resign? Nggak. Gue ngambil keputusan ini setelah melakukan diskusi yang matang dengan diri sendiri dan suami. Pengalaman selama bekerja ini sangat bermanfaat bagi gue yang awalnya buta dengan adanya job diversity yang ada di dunia ini, haha. 

Gue pikir, pekerjaan itu ya sebatas di kantor atau yang punya titel profesi aja, contohnya dokter, dosen, perawat, petani, dsb. Ternyata setelah nyemplung disini, gue jadi tau kalau kita bisa dapat banyak kesempatan yang luas kalau kita bisa lihat peluang dan membuka mata lebar-lebar.

Di tahun-tahun gue bekerja sebagai SEO content writer, pada akhirnya, gue menyadari bahwa ada yang hilang dari diri gue. Pas gue masih mahasiswa, gue adalah orang yang curious dan courageous. Gue suka mencoba beragam hal baru dan suka sesuatu yang menantang. 

Tapi saat gue ada di kerjaan ini, gue merasa cuma ngikutin perintah aja. Gue nggak terlalu berkembang alias monotonously working based on the order. Dari sini gue mulai menyadari bahwa "I don't belong to this work environment."

Well, nggak dipungkiri, pekerjaan work-from-home gue ini sangat diminati. Ya gimana engga? Kita bisa kerja dimana aja dan bahkan ngatur libur kita kapan as long as kerjaan kita selesai. Jatah gue adalah sehari satu artikel bahasa Inggris yang words nya bisa beragam, mulai dari 1500 - 4000, depending on the article types. Menurut gue ini masih oke banget. Sadly, I don't see any career development here

Berangkat dari keresahan ini, gue mengambil kesempatan untuk melakukan career switch. Mm, sebenernya nggak switch banget, sih! Justru kerjaan gue sekarang ini yang switch parah, haha! Lebih tepatnya, gue 'kembali' ke jalur sebagai seorang lulusan Master of Food Tech. and Human Nutrition. I bet, you can guess where I am heading to, can't you?

Yes! Gue mendaftar sebagai dosen. Ini pun awalnya gue masih sangat ragu. Meskipun punya suami seorang dosen, gue nggak lantas langsung termotivasi untuk ngikutin jejaknya. Gue sempat berdikusi alot sama suami tentang plus minus kalau gue daftar jadi dosen. Topik diskusi ini sangat penting karena kita harus memikirkan konsekuensi di depan, apalagi kalau nantinya kita dikasih rezeki anak.

Suami gue juga punya strong opinion tentang kenapa gue harus jadi dosen dan ini salah satu alasan kuat yang bikin gue yakin. Dia sayang sama ilmu gue yang udah gue usahakan sampai ke Polandia kalau ilmu itu nggak dibagi. 

Lagipula, menurut dia, ini bisa jadi salah satu ladang beramal yang nggak putus dan juga mendorong gue jadi manusia yang lebih berdaya. Dia tau gue orang yang suka sharing (I have an Instagram and YouTube dedicated to share my field of study and other educational things). Thus, dia merasa bahwa hal ini cocok dengan job seorang dosen. 

Berdasarkan hal-hal ini dan juga setelah gue memastikan bahwa kita berdua bisa paham tantangan dan keuntungannya, gue pun setuju dan mau daftar CPNS dosen 2023.

Long story short, gue akhirnya, alhamdulillah, diterima. By the time gue nulis ini, gue baru aja submit daftar riwayat hidup buat salah satu syarat penerbitan SK CPNS, kalo nggak salah. 

AND YES! Gue balik lagi ke kandang gue, keilmuan yang sangat gue cintai. Jalan ini juga, hopefully bismillah, bisa bawa gue belajar lagi ke jenjang lebih tinggi dan bermanfaat bagi sesama, terutama keluarga gue (read: bisa jadi madrasah ilmu & kolaborasi riset sama suami haha).

Sooo, menurut gue, career switch bukanlah penyesalan. Perhaps, kalau gue nggak kerja jadi SEO content writer, gue nggak akan kepikiran untuk jadi dosen. Because, to be honest, this is one of the biggest plot twist ever happened in my life. Never, ever in my wildest dreams that I would apply as a lecturer.

PR gue saat ini adalah belajar mengingat kembali semua materi S1 dan S2 gue karena udah 2 TAHUN GAK GUE PEGANG, lol. Finger crossed, WML!






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seputar Ilmu dan Teknologi Pangan (Food Science and Technology)

Assalamualaikum wr. wb. Hai bloggies! Ketemu lagi dengan saya di malam nan sendu dan syahdu habis ujan yang baru aja berhenti hehe. Nah, kali ini saya bakalan share sedikit nih tentang jurusan kuliah saya. Yap, Teknologi Hasil Pertanian program studi Ilmu dan Teknologi Pangan atau bahasa kerennya Food Science and Technology. Di tulisan ini, In shaa Allah saya akan share mengenai apa aja yang dipelajari di program studi ini, prospek ke depannya bagaimana, title yang didapat nanti apa dan masih banyak lagi. Saya niatin bikin tulisan ini udah lama banget tapi baru kesampaian sekarang karena alhamdulillah program studi ini peminatnya tiap tahun terus meningkat dan dicari! Wah, mantab kan? Yuk langsung aja kita bedah, Ilmu dan Teknologi Pangan! What is Food Science and Technology? Ilmu dan Teknologi Pangan atau dikenal dengan istilah Food Science and Technology mempunyai dua pengertian yang berbeda. Food science atau ilmu pangan adalah ilmu yang mempelajari tentang reaksi fisik

Arti Nama *CASILDA* dalam SEJARAH ISLAM :)

Dia adalah Casilda, seorang gadis cantik tawanan gerombolan kaum muslimin. Katakanlah bahwa yang menawan Casilda adalah sebuah gerombolan. Sebab mereka terdiri dari anak-anak muda muslim yang mengalami nasib yang sama. Sama-sama diperlakukan sadis oleh orang Spanyol. Keluarga mereka habis dibantai. Desa mereka dibakar. Terbayang kembali dalam memori pemuda berusia dua puluh tahun yang bernama Ja’far. Desanya yang terletak di ketinggian gunung itu sebelum diserang oleh orang-orang Spanyol, merupakan  desa aman dan tentram. Ketentraman ini membuat desa-desa lain di sekitarnya merasa iri hati. Ketenangan desa dicapai melalui sebuah perjanjian antara pihak Spanyol dengan penduduk desa. Bahwa tentara Spanyol tidak akan mengusik ketenangan desa yang penduduknya semua muslim. Imbalannya ialah dengan menyerahkan upeti dalam jumlah yang sangat besar. Tetapi dasar Spanyol. Beberapa tentaranya haus darah. Mereka menyerang desa Santa Gumara yang dekat dengan Saragosa itu. Semua

Sajak : Diam Lebih Baik (Silent is better)

Amarah yang datang menghampiri Terkadang membuatku diperdaya Panas membara didalam dada Ah.. serasa semua terkena imbasnya Tapi aku lebih memilih diam Karena aku tahu, hanya diamlah cara terbaik meredam amarah Saat aku mendapati beribu kekecewaan Seakan hati ini tak kuat bertahan Ingin rasanya berteriak sekencang yang aku bisa Menyalahkan takdir yang diberikan Sang Kuasa Tapi aku lebih memilih diam Karena aku tahu, jika aku terlalu banyak membicarakan kekecewaan itu Maka ia akan semakin membakar hatiku Ketika aku bersedih Aku hanya bisa menahan Mencoba meredamnya lebih dalam Bahkan airmata yang telah menetespun, aku seka Dan sekali lagi Aku lebih memilih diam Karena aku tidak ingin membagi kesedihanku kepada orang lain Cukuplah aku dan Allah yang tahu Mungkin ini adalah salah satu hal yang sulit Mencintai seseorang dalam diam Diam-diam mendoakannya dalam malam Tak luput menyebut namanya didalam setiap doa yang terpenjat Kenapa lebih memilih diam? Karena aku