Dia
adalah Casilda, seorang gadis cantik tawanan gerombolan kaum muslimin.
Katakanlah bahwa yang menawan Casilda adalah sebuah gerombolan. Sebab
mereka terdiri dari anak-anak muda muslim yang mengalami nasib yang
sama. Sama-sama diperlakukan sadis oleh orang Spanyol. Keluarga mereka
habis dibantai. Desa mereka dibakar.
Terbayang
kembali dalam memori pemuda berusia dua puluh tahun yang bernama
Ja’far. Desanya yang terletak di ketinggian gunung itu sebelum diserang
oleh orang-orang Spanyol, merupakan desa aman dan tentram. Ketentraman
ini membuat desa-desa lain di sekitarnya merasa iri hati. Ketenangan
desa dicapai melalui sebuah perjanjian antara pihak Spanyol dengan
penduduk desa. Bahwa tentara Spanyol tidak akan mengusik ketenangan desa
yang penduduknya semua muslim. Imbalannya ialah dengan menyerahkan
upeti dalam jumlah yang sangat besar.
Tetapi
dasar Spanyol. Beberapa tentaranya haus darah. Mereka menyerang desa
Santa Gumara yang dekat dengan Saragosa itu. Semua gadis, wanita dan
anak-anak dijadikan tawanan. Sisanya dibunuh habis. Jangan sampai
tersisa nyawa seorang anak laki-laki pun. Tetapi rupanya ada seorang
anak laki-laki berumur sekitar sepuluh tahun bersembunyi di ruang bawah
tanah.
Setelah
semua tentara angkat kaki meninggalkan desa Santa Gumara, pemuda kecil
itu keluar dari persembunyian, lari ke semak-semak belukar. ia mendesis
geram :
“suatu hari nanti, akan kuhabisi. Betapa sadisnya perbuatanmu terhadap keluarga ku”. marahnya.
Ia
hidup sebatang kara di desa itu. lalu mengajak bersatu pemuda-pemuda
yang senasib dengannya. Menggerilya. Penguasa-penguasa daerah mulai
cemas akan meluasnya serangan-serangan itu. beberapa pasukan dikirim
untuk menumpas, tetapi selalu gagal menangkap Ja’far, pemimpinnya.
Bahkan
suatu hari Ja’far berhasil menyerang Kepala Daerah Anigo. Istri-istri
kepala daerah ditawan, termasuk putrinya yang cantik. Satu persatu
tawanan ditelitinya. sampai pada Casilda. Gadis itu menunjukkan
keangkuhan yang sangat. Dengan pedangnya, Ja’far menunjuk kearah
Casilda.
“Siapa kau ini, hai si angkuh? orang yang melihatmu pasti menyangka putri raja.”
“Kalau pedangmu itu ditanganku, akan ku perlihatkan siapa diriku.” jawab Casilda dengan sombong.
“Apa arti pedang bagi seorang gadis cantik sepertimu?” jawab Ja’far mengejek.
“Segera berikan pedang itu, supaya kamu tahu bagaimana aku mempergunakannya!,” si cantik itu menjawab.
“Berani kau melawan anak buahku?” tantang Ja’far
“Akan kulawan siapa saja yang kau pilih. Kau sendiri juga boleh!”
“Aku……? Aku Ja’far, belum kenalkah kau?’.
“Aku tahu, kau adalah seorang jagoan. karena itu cepat lepaskan belenggu ini suapaya kau segera tahu siapa diriku!”
Tali
belenggu itu pun dilepas. Casilda memegang pedang dari pemberian
Ja’far. dalam perkiraan Ja’far gadis ini dapat dipatahkan dalam sekejap.
tetapi ternyata Casilda memperlihatkan permainan pedang dengan sangat
lihai sehingga beberapa kali hampir dapat melukai Ja’far. Pertarungan
dilanjutkan. Seru dan menakjubkan. Tanpa ada yang ditaklukkan. Walaupun
Casilda mendapatkan luka dibeberapa tempat pada tubuhnya, ia masih mampu
menunjukkan kekuatannya. Ja’far barulah memandang gadis yang dalam
perkiraannya lemah ini, dengan serius. Ja’far meletakkan pedang ke
tanah.
“Telah kuletakkan pedangku, wahai jagoan. Kalau kau mau, bunuhlah aku. Aku enggan bertarung denga orang sepertimu!”
gadis itu juga meletakkan pedangnya ke tanah. Ia membalas ucapan itu dengan kesinisan yang sama.
“Jangan
kau sangka, bahwa aku senang membunuh manusia sepertimu!” Casilda
dengan angkuhnya masih tegak dan tegar berdiri walah darah lukanya
mengucur. Melihat itu Ja’far terbesit rasa iba.
“Tuanku putri…” katanya lunak, “Kami persilahkan anda menuju tempat kami untuk kami balut luka-luka anda!”
Casilda tampak merenung sejenak. lalu berkata, “Baiklah ….tapi dengan syarat!”.
“Apa syaratnya itu?” tanya Ja’far sedikit menangkap kecurigaan Casilda.
“Anak-anak buahmu jangan memperkosaku..”. demikian khawatirnya.
“Keselamatan
itu menjadi hakmu, kami adalah orang-orang Islam. Suatu kaum yang akan
senantiasa menjaga kehormatan gadis sepertimu. ini menjadi kewajiban
yang berat bagi kami, tegas Ja’far.
Masa-masa
selanjutnya, Casilda berada dalam lindungan Ja’far. Ia sedih dengan
tindakan Ja’far yang suka meneror. Ia protes, “tak malukan engkau
meneror orang yang tak bersalah?’
“Kalau
kau ketahui kisahku.” kata Ja’far. “Akan kau benarkan tindakanku ini.
Bila kau melihat perbuatan bangsamu terhadap bangsa kami, pasti takkan
menyalahkan aksi-aksiku.”
Ja’far
mengungkapkan semua kekejian bangsa Spanyol kepada Casilda. Teror dan
penyerangannya. Kekejaman dan kebiadabannya. Cerita ini mempengaruhi
jiwa Casilda, hingga ia berkata,”Bila memang itulah yang terjadi, kau
berhak Ja’far. teruskan aksimu itu, bahkan bila kau tak keberatan, akan
dengan senang hati aku membantumu dalam operasi-operasi itu”.
Casilda
benar-benar mewujudkan kata-katanya. Dalam setiap penyerangan, ia ikut
dalam barisan ja’far. Kelincahan dan kehebatannya dalam mempergunakan
senjata sangat terkenal. Sehingga umum sangat memperhitungkan peranannya
dalam kesatuan Ja’far tersebut.
Casilda
adalah seorang gadis cantik. seorang tawanan jelita. Ja’far masih ingat
ketika pertama kali bertatap muka. Gadis itu menarik hatinya. tetapi
ketika itu tampak begitu angkuhnya. Kini dalam pandangan Ja’far, Casilda
semakin cantik dari kecantikannya yang dulu.
Karena
itu selayaknya ia mengungkapkan isi hati nuraninya. Katanya suatu
ketika, “Casilda…aku hendak mengungkapkan pengharapan kepadamu.” Casilda
memandang Ja’far. “katakanlah….!
maukah kau menerimaku sebagai suami?” ungkap Ja’far. dengan tenang Casilda menjawab,”belum pernah kawinkah engkau selama ini?”
“Belum….”
“Sudahkah engkau menetukan hari pernikahannya?”
“Soal itu, kaulah yang menentukan….”
“Dengan
izin Allah, InsyaAllah besok pagi aku telah menjadi istrim.” Dua
pendekar muslim itu segera melaksanakan aqad nikah. Anak buah Ja’far
meramaikan pesta ini dengan ala kadarnya. Tiba-tiba diluar dugaan, dari
arah puncak gunung terdengar jeritan-jeritan. Rupanya perkampungan
Ja’far diserang spanyol.
Ja’far
dengan sigap menghunus pedangnya. bertempur dengan segala kekuatan yang
dimiliki menangkis serangan lawan. Ia terkena beberapa tusukan yang
sangat berbahaya. Kawan-kawannya menggotong ke tempat mempelai wanita.
Kepala Ja’far oleh Casilda di letakkan ke pangkuannya. Kondisi Ja’far
sudang sangat lemah. Ia berkata kepada istrinya yang baru saja dinikahi,
” Duhai Casilda….aku mencintaimu. Kau adalah hayatku. Apakah cintamu
demikian juga?”
Air mata Casilda meleleh. “Selama hayat ada pada ragaku, wahai suamiku.” jawabnya.
Ja’far
demi mendengar kata-kata Casilda, amat berbahagia. Ia mengembangkan
senyum. Namun hayat Ja’far kini terenggut maut. Ia menutup mata dan
takkan membuka lagi.
Gelora
kepahlawanannya bangkit. Diletakkannya Ja’far yang telah syahid itu di
atas permadani. Ikat kepala Ja’far dilepas dan dikenakannya. Casilda
menghadap ke arah anak buah Ja’far.
“Mulai sekarang akulah Ja’far. Serahkan pedangnya kepadaku, dan ikutlah kalian di belakangku!” tegasnya.
Pedang
Ja’far diserahkan. Mereka bersama-sama berangkat melanjutkan
pertempuran. Anak buahnya mengelu-ngelukan, “Ja’fariyah….! Ja’fariyah….!
Srikandi
muslimah ini memenangkan berbagai pertempuran. Nama Ja’fariyah mulai
menjadi buah bibir. Pelambang kecekatan dan kegesitannya. Setiap pasukan
Spanyol menghadapi kesatuan Ja’fariyah, kalah dan gagal.
Penyerangan
Ja’fariyah semakin meluas dan memasuki kota. Kota Zaragoza menjadi
incarannya. Kota tersebut berhasil ditaklukkan, dan Istananya dikuasai.
Ukiran dan lukisan-lukisan diganti. Sangat cantik. Selanjutnya keelokan
dan keindahan istana ini merupakan pelambang kecantikan seluruh Spanyol.
Sejak itu orang-orang menyebutnya sebagai “Istana Ja’fariyah”.
Atas
didudukinya kota Zaragoza dan istananya, pemerintah Spanyol mulai sadar
akan kekuatan gerombolan Ja’fariyah. Pasukan dari berbagai kesatuan
dikerahkan untuk menundukkan kekuatan Ja’fariyah. Jumlah pasukan
pemerintah itu sangat besar sehingga tak bisa ditangkis balik oleh
kekuatan Ja’fariyah. Walau mereka sudah berjuang mati-matian.
Ketika
tentara-tentara Spanyol berhasil mendobrak penjagaan istana Ja’fariyah,
sang pemimpin wanita itu sudah tergeletak dalam keadaan payah.
Luka-lukanya rupanya sangat parah.
Pada
penyerbuan itu, ayah Casilda turut serta dalam kesatuan spanyol.
Diamatinya wajah Ja’fariyah. Ia terkesima, kaget hampir tak percaya.
“Bukankah engaku putriku? tanyanya ragu.
Casilda masih mampu membuka kelopak matanya. Ian mendengar itu, sambil tesenyum ia menjawab dengan suara hampir habis.
“Aku Ja’fariyah Al Arabiyah…..”
Usai menyebutkan namanya, nafasnya terenggut malaikat maut. Ia tenang sebagai syuhada.
Disadur dari buku Fakta Pembantaian Umat Islam oleh Dewan Inkuisis di Andalusia (Muhammad Quthb).
#I'M SO LUCKY HAVE THIS NAME, SUBHANALLAH :')
Menarik. Perspektif lain dari Kisah St. Casilda. lihat: http://en.wikipedia.org/wiki/Casilda_of_Toledo
BalasHapusTerimakasih atas infonya ^^
BalasHapus