Langsung ke konten utama

Pantaskah Aku Berbangga Pada Diriku?

Goresan tinta abu-abu pada segumpal awan putih diatas langit biru pada hari itu, seakan membuka tabir baru. Dunia yang aku tapaki ini, tidak selamanya berkawan manis denganku. Usia yang terus menggerogoti sendi-sendi yang kian merapuhkan tulangku, mau tak mau mengingatkan bahwa aku tak selamanya bisa melihat kefanaan yang indah dengan anugerah kedua mata ini dari Tuhan. Bentangan cakrawala luas berhias burung-burung menari berterbangan indah menuju pelabuhannya masing-masing, hanya sekedip terlihat lalu menghilang tertelan detik yang berlalu. Aku mengeryitkan dahi, lalu sejenak terlintas dalam benak: "Sekejap itukah aku menghirup nafas dan terhenti?".

Langit yang semula bergelayut biru menyejukkan mata yang memandang kagum karena ciptaan-Nya, berubah menyakitkan saat jarum merajuk bergeser dari persinggahannya. Mentari yang gagah berani menunjukkan kharismanya menyinari seluruh pelosok bumi, hingga lubang-lubang semut hangat akan sinar emasnya. Waktu bagai pedang yang terus menerus memotong memori kehidupan, hingga aku menemui waktu perpisahan dengan terang. Remang-remang senja di ufuk barat berkamuflase perlahan menjadi hitam kelam. Gelap gulita, tanpa rembulan yang tampakkan cahaya. Gelap, tanpa satupun sumber terang disini. Aku bertanya: "Apakah ini replika rasanya jika aku berada dibawah tanah nanti?".

Ketika mata yang digunakan untuk melihat tak mampu menggunakan fungsinya untuk melihat. Telinga yang bahkan enggan menggunakan fungainya untuk mendengar. Tangan yang berbicara jujur tanpa kebohongan. Hati tempat paling aman untuk bersembunyi yang akan berbicara tanpa basa basi. Kaki yang tak terkendali bersaksi kemana saja kita langkahkan ia pergi. Mulut yang tiada dusta lagi bercerita tentang segalanya yang kita perbuat di masa singkat dikala kita masih berada di dunia yang fana. Ketika semua daya upaya tak berguna, lantas apakah aku masih sanggup berbangga diri akan diriku?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seputar Ilmu dan Teknologi Pangan (Food Science and Technology)

Assalamualaikum wr. wb. Hai bloggies! Ketemu lagi dengan saya di malam nan sendu dan syahdu habis ujan yang baru aja berhenti hehe. Nah, kali ini saya bakalan share sedikit nih tentang jurusan kuliah saya. Yap, Teknologi Hasil Pertanian program studi Ilmu dan Teknologi Pangan atau bahasa kerennya Food Science and Technology. Di tulisan ini, In shaa Allah saya akan share mengenai apa aja yang dipelajari di program studi ini, prospek ke depannya bagaimana, title yang didapat nanti apa dan masih banyak lagi. Saya niatin bikin tulisan ini udah lama banget tapi baru kesampaian sekarang karena alhamdulillah program studi ini peminatnya tiap tahun terus meningkat dan dicari! Wah, mantab kan? Yuk langsung aja kita bedah, Ilmu dan Teknologi Pangan! What is Food Science and Technology? Ilmu dan Teknologi Pangan atau dikenal dengan istilah Food Science and Technology mempunyai dua pengertian yang berbeda. Food science atau ilmu pangan adalah ilmu yang mempelajari tentang reaksi fisik

Arti Nama *CASILDA* dalam SEJARAH ISLAM :)

Dia adalah Casilda, seorang gadis cantik tawanan gerombolan kaum muslimin. Katakanlah bahwa yang menawan Casilda adalah sebuah gerombolan. Sebab mereka terdiri dari anak-anak muda muslim yang mengalami nasib yang sama. Sama-sama diperlakukan sadis oleh orang Spanyol. Keluarga mereka habis dibantai. Desa mereka dibakar. Terbayang kembali dalam memori pemuda berusia dua puluh tahun yang bernama Ja’far. Desanya yang terletak di ketinggian gunung itu sebelum diserang oleh orang-orang Spanyol, merupakan  desa aman dan tentram. Ketentraman ini membuat desa-desa lain di sekitarnya merasa iri hati. Ketenangan desa dicapai melalui sebuah perjanjian antara pihak Spanyol dengan penduduk desa. Bahwa tentara Spanyol tidak akan mengusik ketenangan desa yang penduduknya semua muslim. Imbalannya ialah dengan menyerahkan upeti dalam jumlah yang sangat besar. Tetapi dasar Spanyol. Beberapa tentaranya haus darah. Mereka menyerang desa Santa Gumara yang dekat dengan Saragosa itu. Semua

Sajak : Diam Lebih Baik (Silent is better)

Amarah yang datang menghampiri Terkadang membuatku diperdaya Panas membara didalam dada Ah.. serasa semua terkena imbasnya Tapi aku lebih memilih diam Karena aku tahu, hanya diamlah cara terbaik meredam amarah Saat aku mendapati beribu kekecewaan Seakan hati ini tak kuat bertahan Ingin rasanya berteriak sekencang yang aku bisa Menyalahkan takdir yang diberikan Sang Kuasa Tapi aku lebih memilih diam Karena aku tahu, jika aku terlalu banyak membicarakan kekecewaan itu Maka ia akan semakin membakar hatiku Ketika aku bersedih Aku hanya bisa menahan Mencoba meredamnya lebih dalam Bahkan airmata yang telah menetespun, aku seka Dan sekali lagi Aku lebih memilih diam Karena aku tidak ingin membagi kesedihanku kepada orang lain Cukuplah aku dan Allah yang tahu Mungkin ini adalah salah satu hal yang sulit Mencintai seseorang dalam diam Diam-diam mendoakannya dalam malam Tak luput menyebut namanya didalam setiap doa yang terpenjat Kenapa lebih memilih diam? Karena aku