Langsung ke konten utama

Anak Pesantren #1

Assalamu'alaikum bloggers! Bagaimana kabarnya? Sudah lama tidak bersua buat nulis-nulis di blog lagi ya. Alhamdulillah, saya diproduktifkan dengan beberapa kegiatan dan project yang semoga bermanfaat dan tidak sekedar membuang-buang waktu ya hehe. Oh iya sebelumnya saya mau cerita sedikit kenapa kok judul entri kali ini "ANAK PESANTREN #1"? So, bukan saya kok yang jadi santri, tapi adik kandung saya. Yap. Baru sekitar dua minggu dia resmi menjadi seorang santri. Awalnya nggak nyangka sama sekali kalau dia bisa menjadi seorang santri melihat tingkah adik saya yang suka nggak bisa diem, walaupun emang saya akui, ibadah dia lebih rajin daripada saya, hiks! Yaudah, lanjut ke point nya aja ya.. Kuy!



Keterima di Pesantren!

Sejak adik saya masuk ke dunia sekolah menengah pertama alias SMP yang emang kebetulan SMP nya adalah SMP Full Day School yang Islami gitu deh, bukan SMP IT sih, tapi basis pendidikannya Islami. SMP adik saya dulu kelas laki-laki dan perempuan dipisah, jadi nggak berbaur gitu karena kan emang bukan muhrim ya, beda dengan sekolah-sekolah negeri yang notabennya memang berbaur antara laki-laki dan perempuan. Setahu saya, di SMP adik saya ini juga diwajibkan untuk sholat dhuha dan diajarkan untuk puasa sunnah senin-kamis di setiap minggunya. Dalam kurikulumnya juga kerap diagendakan untuk mabit (bermalam) di sekolah dan melaksanakan berbagai ritual ibadah umat muslim. Selain itu, di SMP ini, setiap siswa siswinya juga diwajibkan untuk setor hafalan Al-Qur'an. Saya kurang paham sih tiap berapa minggu atau berapa hari sekali setornya, yang jelas dari sistem kurikulum inilah, terutama bagian setor hafalan Al-Qur'an yang membuat adik saya tertarik menjadi seorang penghafal Al-Qur'an atau yang biasa disebut Hafidz Qur'an.

Mulanya, saya masih kurang yakin dengan keinginannya karena memang sifatnya yang masih petakilan walaupun saya akui kemampuan dia menghafal Al-Qur'an masya Allah cepat dan lebih baik dibandingkan saya dan kedua orang tua saya. Metode menghafalkan Al-Qur'an yang ditekuni oleh adik saya yaitu dengan mendengarkan murotal dari syeikh-syeikh yang cukup terkenal, meliputi Syeikh Mishary dan Syeikh Abdurrahman As-Sudais. Bahkan, cengkok dan nada dari syeikh-syeikh tersebut bisa ditiru, ya walaupun tidak sebagus Syeikh Mishary dan Syeikh Sudais. Bagaimana adik saya tetap mengingat hafalan-hafalannya? Biasanya dia melakukan muroja'ah ketika dia menjadi imam sewaktu saya dan ibu sholat di rumah, ketika setoran hafalan di sekolah dan selepas sholat subuh.

Semakin hari, semakin bertambah hafalannya. Bahkan, saya sering diejek ketika saya tidak hafal salah satu surat di Al-Qur'an namun dia hafal. Disitu saya cukup malu, tapi ada rasa bangga juga, berarti adik saya jauh lebih baik daripada saya. Kemudian di suatu hari, ketika adik saya menginjak kelas 9 SMP, ia mengutarakan keinginan untuk menjadi santri di salah satu pesantren terkenal di Indonesia. Pesantren ini dikenal sebagai pesantren yang dikelola oleh salah seorang Kyai yang sangat disegani, yaitu K.H Yusuf Mansur. Adik saya mengutarakan ingin masuk pesantren Darul Qur'an di Tangerang, Banten. Sontak saja, Ibu dan Ayah merasa senang ketika adik saya mengutarakan niat tersebut. Namun, Ibu dan Ayah sempat menawarkan beberapa opsi pesantren tahfidz (pesantren khusus hafalan Al-Qur'an tapi ada sekolahnya sesuai dengan kurikulum pemerintah) yang terdapat di beberapa kota di Indonesia, tapi adik saya kekeuh ingin mencoba tes di Darul Qur'an. Ketika Ibu dan Ayah menanyai lagi akan tekadnya, apakah ia benar-benar yakin? Karena menjadi seorang penghafal Al-Qur'an bukanlah perkara yang mudah. Banyak sekali godaan yang sangat berat menghadang di depan. Akan tetapi adik saya meyakinkan dirinya dan kedua orang tua saya dengan berkata (perkataan asli menggunakan bahasa tidak baku) yang intinya ingin memberikan mahkota cahaya ketika hari kiamat kelak kepada kedua orang tua saya. Ibu dan Ayah pun menjadi semakin mantap untuk mengantarkan adik saya tes di Tangerang, Banten. Mereka bertiga pun berangkat kesana untuk menjalani serangkaian tes yang telah dipersiapkan oleh pihak Darul Qur'an. Menurut cerita dari Ibu dan Ayah, adik saya menjalani tes dengan santai dan enjoy serta lancar. Alhamdulillah.

Sebulan kemudian, pengumuman pun diunggah di halaman website resmi Darul Qur'an. Alhamdulillah, atas izin Allah serta ikhtiar yang telah dilakukan, adik saya dinyatakan lolos. Saya sangat berbahagia sekaligus meneteskan air mata saat diberitahu bahwa ia diterima di Darul Qur'an. I mean, ya, adik saya lebih baik dari saya. Ia bisa menjadi tiket surga untuk kedua orang tua saya, dimana saya masih jauh dari kata sempurna dibandingkan ia. Beberapa bulan berlalu, akhirnya tanggal keberangkatan adik saya pun tiba juga. Sebulan sebelum keberangkatan atau tepatnya saat bulan puasa, ia benar-benar telah mempersiapkan semuanya. Dalam waktu sebulan, tidak ada kata tidak ke masjid sama sekali, Qur'an tak luput, pengajian atau ceramah di masjid jua tak tertinggal. Pertengahan Juli, adik saya berangkat diantarkan oleh kedua orang tua saya. Sebelum berangkat, ia menghampiri saya dan mencium kedua pipi serta kening saya. Jujur, saat itu saya ingin nangis, tapi saya tau, ketika saya nangis maka adik saya juga akan berat. Ia berkata kepada saya (perkataan asli menggunakan bahasa jawa): "Kak, aku berangkat dulu ya. Doakan semoga aku istiqomah, betah dan lancar semuanya selama disana". Saya hanya menjawab: "Iya, hati-hati, yang istiqomah, didoakan dari sini".

Dua minggu kemudian
Menjadi seorang anak tunggal mendadak merupakan hal yang tidak pernah saya pikirkan sebelumnya. Tidak enak, sepi, sendiri. Biasanya sehari-hari saya bisa berantem dengan adik saya atau mungkin adik saya yang suka jahil, begitu pula sebaliknya. Adik saya pula yang sering mengingatkan saya ketika saya lupa belum sholat dhuha, makan sambil berdiri, minum menggunakan tangan kiri, jilbab yang menurut adik saya kurang lebar atau baju yang menurutnya sudah tidak baik lagi digunakan untuk seseorang yang berhijab (membentuk tubuh). Ya, sedikit kehilangan, tapi saya menyadari, ini semua untuk kebaikan bersama, bahkan kebaikan umat. Seminggu, dua minggu, ibu saya mendapat telfon dari nomor yang tidak dikenal. Ternyata itu adik saya! Dia mendapat jatah telfon setiap sabtu-minggu selama masa i'dad (masa pengenalan dan menghafal Al-Qur'an selama setahun sebelum masuk ke pondok). Dia bercerita panjang lebar pengalamannya selama dua minggu menetap di pesantren, menghafal Al-Qur'an, bertemu dengan syeikh-syeikh dari timur tengah, mendengarkan ceramah mereka dan yang paling membuat bahagia, ia berkata bahwa ia betah disana, alhamdulillah. 

Saya pun sempat mengobrol dengan dia beberapa saat. Ketika saya mengucapkan salam, lalu ia menjawabnya, pertanyaan pertama yang ia tanyakan pada saya (perkataan asli menggunakan bahasa jawa): "Kak, bagaimana kabar mengajimu? Sudah sampai mana?". Sontak saya hanya nyengir, mengingat akhir-akhir ini saya agak lalai. Saya pun menjawab "Sampai juz 13 dik hehehe kemarin soalnya blablabla *alasaaaaaaaaan*". Dia menegur saya karena saya kebanyakan alasan dan kurang rajin membacanya. Pertanyaan kedua yang ditanyakan pada saya, yaitu: "Sholat malammu gimana kak? Dhuhanya juga jalan nggak?". Toeng, dalam hati saya.... ya Allah ini saya sudah berapa lama meninggalkan-Mu? "Ngg... itu dik aku lagi nyoba istiqomah sholat rawatibnya ini hehe." Kemudian dia ngomel lagi blablabla dan berkata: "Pokoknya jangan sampai nggak baca Al-Qur'an kak, sholat sunnahnya juga itu. Sholat malam kak, dhuha juga". Duh, aku diceramahin adik sendiri, malu hiks! Saya sedikit teringat diawal perbincangan, ia memberitahu saya bahwa ia mendengarkan ceramah tentang bagaimana cara mendapatkan "sandal di surga". Lalu dia berkata kepada saya: "Sandal di surga itu kak nanti diperoleh bagi orang-orang yang hatinya nggak pernah lepas dari Al-Qur'an". Deg! Jujur saya pengen nangis ketika mendengar itu. Duh Gusti, kenapa saya yang jadi begini ya, kalah jauh 10-0 sama adik saya. Saya mendengarkan sambil merasa bersalah. Kemudian, telfon berlanjut ke Ayah saya karena ia meminta untuk dialihkan ke Ayah.

Poinnya pada entri kali ini adalah...
Adik saya bukan orang yang pandai dalam bidang akademik. Ia juga tidak terlalu pandai dalam bidang kesenian, olahraga dan semacamnya. Ia tidak pernah mengikuti kompetisi tingkat kabupaten, provinsi atau bahkan nasional. Akan tetapi, satu hal yang saya patut contoh dari dia yaitu sikapnya yang tawaduk kepada Ibu dan Ayah saya serta ia mengerti apa yang menjadi passion dia, kelebihan dia dibandingkan dengan teman-teman lainnya dan dia juga tidak malu untuk mengakui kelemahannya serta terus mengasah kelebihannya untuk menutupi kelemahan yang ia punya. 

Saya tidak bisa lebih bangga ketika suatu hari nanti jika saya masih diberi kesempatan untuk hidup dan menyaksikan adik saya menjadi seorang Hafidz Qur'an, dimana seorang Hafidz Qur'an dapat memberikan tiket untuk Ibu dan Ayah menuju surga Allah.

Keutamaan para penghafal Al-Qur'an: (dikutip dari FB: Berita Islami Masa Kini)
Bagi para penghafal quran akan mendapatkan beberapa keutamaan:

1. Allah akan memberikan kepada hafidz di akherat; mahkota kehormatan. Sesuai dengan yang terdapat di dalah sebuah hadits, dari Abu Hurairah ra, ia berkata, “Baginda bersabda, orang yang hafal Alquran kelak akan datang dan Alquran akan berkata: “Wahai Tuhan, pakaikanlah dia dengan pakaian yang baik lagi baru.”Maka orang tersebut diberi mahkota kehormatan. Alquran berkata lagi: “Wahai Tuhan tambahkanlah pakaiannya.” Kemudian orang itu diberi pakaian kehormatannya. Alquran berkata lagi: “Wahai Tuhan, ridhailah dia.” Maka kepadanya dikatakan, “Baca dan naiklah.” Dan untuk setiap ayat, ia diberi tambahan satu kebajikan.” (HR. At Tirmidzi).

2. Akan dikumpulan bersama malaikat yang mulia lagi taat. “Dan perumpamaan orang yang membaca Quran sedangkan ia hafal ayat-ayatNya bersama para malaikat yang mulia dan taat.” (Muttafaqun ‘alaih).
3. Para hafidz pun akan ditinggikan derajatnya saat berada disurga. Betapa baiknya manfaat Al- Qur'an untuk para penghapalnya. Sesuai dengan sebuah hadits yang bunyinya, dari Abdillah bin Amri bin ‘Ash dari nabi Saw. Beliau bersabda, “Akan dikatakan kepada shahib quran, “Bacalah dan naiklah serta tartilkan sebagaimana engkau mentartilkan Al Quran di dunia sesungguhnya kedudukanmu di akhir ayat yang kau baca.” (HR Abu Daud dan At-Tirmidzi).

4. Para hafidz Qur'an akan mendapatkan pertolongan (syafaat), hadits-nya, dari Abi Umamah ra, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW berkata, “Bacalah Qur'an, sesungguhnya ia akan menjadi pemberi syafaat pada hari kiamat bagi para pembacanya (penghafal).” (HR. Muslim).

5. Tak saja bagi para hafidz itu sendiri, orangtua para penghafal Al-Qur'an pun akan mendapatkan pertolongan. Dalam hadits disebutkan, dari Buraidah Al Aslami ra, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah Saw. bersabda “Siapa yang membaca Alquran, mempelajarinya dan mengamalkannya, maka dipakaikan mahkota dari cahaya pada hari kiamat, cahayanya seperti cahaya matahari, kedua orang tuanya dipakaikan dua jubah (kemuliaan), yang tidak pernah didapatkan di dunia, keduanya bertanya: mengapa kami dipakaikan jubah ini? Dijawab “Karena kalian berdua memerintahkan anak kalian untuk mempelajari Alquran”. (HR. Al Hakim).

6. Menghafal Al-Qur'an berfaedah bagi setiap penghafal dalam urusan perniagaan mereka. Dalam Alquran dijelaskan, “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan sholat dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (QS Faathir : 29-30).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seputar Ilmu dan Teknologi Pangan (Food Science and Technology)

Assalamualaikum wr. wb. Hai bloggies! Ketemu lagi dengan saya di malam nan sendu dan syahdu habis ujan yang baru aja berhenti hehe. Nah, kali ini saya bakalan share sedikit nih tentang jurusan kuliah saya. Yap, Teknologi Hasil Pertanian program studi Ilmu dan Teknologi Pangan atau bahasa kerennya Food Science and Technology. Di tulisan ini, In shaa Allah saya akan share mengenai apa aja yang dipelajari di program studi ini, prospek ke depannya bagaimana, title yang didapat nanti apa dan masih banyak lagi. Saya niatin bikin tulisan ini udah lama banget tapi baru kesampaian sekarang karena alhamdulillah program studi ini peminatnya tiap tahun terus meningkat dan dicari! Wah, mantab kan? Yuk langsung aja kita bedah, Ilmu dan Teknologi Pangan! What is Food Science and Technology? Ilmu dan Teknologi Pangan atau dikenal dengan istilah Food Science and Technology mempunyai dua pengertian yang berbeda. Food science atau ilmu pangan adalah ilmu yang mempelajari tentang reaksi fisik

Arti Nama *CASILDA* dalam SEJARAH ISLAM :)

Dia adalah Casilda, seorang gadis cantik tawanan gerombolan kaum muslimin. Katakanlah bahwa yang menawan Casilda adalah sebuah gerombolan. Sebab mereka terdiri dari anak-anak muda muslim yang mengalami nasib yang sama. Sama-sama diperlakukan sadis oleh orang Spanyol. Keluarga mereka habis dibantai. Desa mereka dibakar. Terbayang kembali dalam memori pemuda berusia dua puluh tahun yang bernama Ja’far. Desanya yang terletak di ketinggian gunung itu sebelum diserang oleh orang-orang Spanyol, merupakan  desa aman dan tentram. Ketentraman ini membuat desa-desa lain di sekitarnya merasa iri hati. Ketenangan desa dicapai melalui sebuah perjanjian antara pihak Spanyol dengan penduduk desa. Bahwa tentara Spanyol tidak akan mengusik ketenangan desa yang penduduknya semua muslim. Imbalannya ialah dengan menyerahkan upeti dalam jumlah yang sangat besar. Tetapi dasar Spanyol. Beberapa tentaranya haus darah. Mereka menyerang desa Santa Gumara yang dekat dengan Saragosa itu. Semua

Sajak : Diam Lebih Baik (Silent is better)

Amarah yang datang menghampiri Terkadang membuatku diperdaya Panas membara didalam dada Ah.. serasa semua terkena imbasnya Tapi aku lebih memilih diam Karena aku tahu, hanya diamlah cara terbaik meredam amarah Saat aku mendapati beribu kekecewaan Seakan hati ini tak kuat bertahan Ingin rasanya berteriak sekencang yang aku bisa Menyalahkan takdir yang diberikan Sang Kuasa Tapi aku lebih memilih diam Karena aku tahu, jika aku terlalu banyak membicarakan kekecewaan itu Maka ia akan semakin membakar hatiku Ketika aku bersedih Aku hanya bisa menahan Mencoba meredamnya lebih dalam Bahkan airmata yang telah menetespun, aku seka Dan sekali lagi Aku lebih memilih diam Karena aku tidak ingin membagi kesedihanku kepada orang lain Cukuplah aku dan Allah yang tahu Mungkin ini adalah salah satu hal yang sulit Mencintai seseorang dalam diam Diam-diam mendoakannya dalam malam Tak luput menyebut namanya didalam setiap doa yang terpenjat Kenapa lebih memilih diam? Karena aku