Langsung ke konten utama

Pilihan Terbaik

Aku punya banyak mimpi-mimpi yang hampir mustahil untuk aku tuliskan dalam selembar kertas. Tapi, kata orang...Mimpi itu harus ditulis. Soalnya, kalo nggak ditulis, nanti mimpi itu hanya tersimpan dalam angan. Sementara, kalau ditulis, mimpi itu akan selalu terlihat oleh mata. Kemudian, ia menjadi cambuk diri untuk terus semangat mewujudkan satu per satu darinya.

Memang benar adanya. Aku mulai mencoba menulis satu per satu mimpiku di selembar kertas. Walau sifatnya short period, tapi aku tipikal yang saat ini mencoba untuk menulisnya dan menempel mimpi-mimpi yang aku tulis di kertas di dinding tepat di depan kasurku. Jadi, ketika aku bangun, aku akan selalu ingat bahwa mimpi-mimpiku itu menungguku untuk merealisasikannya.

Singkat cerita, aku punya mimpi untuk menuntut ilmu di benua biru, yakni benua Eropa. Mimpi yang mustahil bagi sebagian orang, bukan? Namun untukku, mimpi itu masih bisa aku gapai. Kenapa? Karena banyak orang-orang disekitarku yang bisa meraihnya. Tentu saja dengan perjuangan yang sama sekali tidak mudah. Jatuh bangun, keringat dan air mata, sudah tidak terhitung liternya. Aku memahami bahwa, namanya juga mimpi, pasti akan terasa "sulit", mm... atau lebih tepatnya super challenging buat dicapai. Kalau mudah dan most people bisa meraihnya, ya bukan mimpi namanya--menurutku.

Perjalananku dimulai ketika aku lulus dari jenjang Strata 1 (S1) dari program studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya Malang. Sebelum lulus, aku telah banyak mencari informasi terkait les IELTS, karena aku tahu kalau mau kuliah ke luar negeri, salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah nilai skor IELTS. Rata-rata skor IELTS yang dibutuhkan yaitu 6,5 (tapi ada juga yang 6,0 bahkan 7,0, tergantung kampus dan beasiswanya ya). Skor itu, menurutku, cukup besar mengingat aku tidak punya basic IELTS sama sekali, bahkan mengenal soalnya pun tidak. Aku cuma berbekal skor TOEFL ku yang pas-pasan, yaitu 523, dengan harapan bisa sedikit membantuku dalam memahami soal-soal IELTS. Akhirnya aku memutuskan untuk les IELTS di salah satu lembaga di Malang selama 2 bulan. Alhamdulillah, proses ini aku lalui dengan cukup baik, bahkan aku sempat tes 2x demi mendapatkan skor yang cukup untuk mendaftar di kampus-kampus dan beasiswa-beasiswa incaranku. Skor yang aku harapkan pun sudah tercapai, alhamdulillah 'alaa kulli haal. Cerita lebih detail tentang perjuanganku mendapatkan skor IELTS bisa dibaca di link ini ya (http://mynameiscasilda.blogspot.com/2019/02/pelajaran-dari-kegagalan.html).

Setelah mendapatkan skor yang cukup, aku mengamati dan banyak berguru kepada mereka yang sudah terlebih dahulu berhasil meraih mimpinya untuk studi lanjut di luar negeri, terutama di benua biru. Aku mencoba mengenal hingga aktif bertanya, ya pertanyaan pada umumnya sih, "bagaimana sih kak supaya bisa keterima beasiswa disana?". Jawabannya pasti kurang lebih sama, "the struggle is real, dek!". Awalnya aku masih merasa "aku pasti bisa!". Saat aku mencoba mendalaminya, aku hampir tenggelam dibuatnya. Tenggelam dalam artian, aku sudah tidak sanggup lagi mengambil nafas ke daratan. Aku tertelan oleh harapan-harapan dan kegagalan demi kegagalan yang aku dapatkan seiring dengan semakin banyak aplikasi beasiswa yang aku kirimkan.

Mau tahu apa aja? 
Beasiswa pertama yang aku daftar adalah beasiswa dari pemerintah hungary, yaitu Stipendium Hungaricum. Beasiswa ini emang awalnya kurang banyak dilirik, mengingat pelajar Indonesia kebanyakan mengincar negara-negara di Eropa Barat sebagai destinasi studi lanjutnya. Aku memilih ini saat skor IELTS ku 6.0, karena minimalnya segitu dan jarang banget ada negara Eropa yang memberikan kelonggaran skor IELTS. Jujur, saat mendaftar beasiswa ini aku kurang persiapan. Motivation letter ku asal-asalan, tidak terstruktur, kacau balau. Maklum, masih awal apply, belum tau ritmenya. Saat itu aku mengambil jurusan Food Science and Engineering kalo tidak salah. Namun, karena sedari awal aku sudah tidak siap, akhirnya saat pengumuman pun aku harus menerima kegagalan pertamaku sebagai Scholarship Hunter.

Kedua, aku mendaftar beasiswa IsDB (Islamic Development Bank Scholarship). Beasiswa ini ditujukan untuk negara-negara muslim dan non-muslim (termasuk Indonesia) yang memiliki mayoritas penduduk muslim sekaligus terdaftar sebagai anggota dari Islamic Development Bank. Banyak yang nggak tahu tentang beasiswa ini. Aku sendiri menemukan info ini dari website oyaop.com. Persyaratan yang diberikan cukup mudah, ya seperti beasiswa pada umumnya. Hanya saja ada thesis proposal untuk menggantikan motivation letter, surat rekomendasinya diusahakan dari Professor/praktisi dan IPK kita harus excellent, kalau bisa diatas 3,5 dari skala 4,0. Tapi, aku punya pengalaman yang agak menyebalkan dengan beasiswa ini. Saat itu, aku mendapatkan email lolos ke tahap wawancara. Otomatis aku senang karena ini kali pertamaku bisa lolos ke tahap 2. Aku diminta untuk update profile, in case, aku wawancara on the spot atau lewat Skype karena lokasiku jauh. Setelah update profile, aku menunggu selama sebulan lebih tapi belum ada kepastian. Bahkan tidak ada contact person di websitenya untuk ditanyai kelanjutkan prosesnya bagaimana. Tiba-tiba, sekitar bulan Mei/Juni, aku mendapatkan email dari IsDB kalo aku gagal mendapatkan beasiswa ini. Menurutku cukup weird karena tidak ada pemberitahuan lebih lanjut, tiba-tiba aku gagal. Namun aku tetap menerima sebagai proses perjalanan Scholarship Hunter-ku.

Beasiswa ketiga dan yang paling aku tunggu-tunggu adalah beasiswa dari pemerintah Belanda, yaitu StuNed (Studeren in Nederland). Kenapa aku excited banget dengan beasiswa ini? Karena beasiswa ini satu-satunya beasiswa yang bisa membawa aku (as a fresh graduate) ke Wageningen University and Research, since LPDP sudah nggak memasukkan Food Technology di WUR sebagai penerima beasiswa (ini yang beasiswa reguler ya). Aku mempersiapkan beasiswa ini sangat matang, mulai dari motivation letter hingga semua pemberkasannya. Bahkan, hanya di beasiswa ini aku submit H-1 sebelum penutupan. Biasanya aku upload selalu hari H (jangan ditiru ya guys). Pengumuman beasiswa StuNed dijanjikan akan dilaksanakan sekitar bulai Mei. Tetapi, bulan April awal-pertengahan aku iseng membuka spam emailku dan menemukan result notification dari Nuffic Neso yang menyatakan bahwa aku gagal masuk ke tahap kedua seleksi beasiswa StuNed. Jujur, saat mengetahui ini hatiku rasanya hancur. Mimpi yang aku punya sejak menjadi mahasiswa baru pupus sudah. Harapanku ke Wageningen yang sudah aku pupuk sejak dulu, hilang dalam sekejap. Aku sempat down. Luckily, aku bangkit lagi. Menata semangat yang sudah menjadi kepingan puzzle yang berserakan. Aku sadar bahwa perjuangan nggak boleh berhenti disini. Aku harus berdiri lagi. Oiya, untuk StuNed aku saranin kalian udah punya pengalaman kerja. Ini akan memperbesar kesempatan lolos beasiswa StuNed. Fresh graduate dipersilahkan mendaftar kok. But mostly as I know so far dari pengalaman awardee sebelumnya, IPK kalian harus excellent (diatas 3,5 atau kalo bisa 3,7 keatas) dengan pengalaman lainnya yang mendukung ya!

Setelah drama dengan beasiswa StuNed berlalu, aku mendaftar beasiswa dari  pemerintah Amerika, yaitu Fulbright AMINEF. Banting setirku dari benua biru ke benua amerika sebenarnya tidak direstui oleh orang tuaku, mengingat banyak hal yang terjadi baru-baru ini di Amerika (mengenai isu Islamophobia), terutama sejak pergantian presidennya. Namun aku mencoba meyakinkan beliau berdua bahwa aku akan baik-baik saja, karena kebetulan tutor IELTS ku yang menjadi pembimbingku selama apply beasiswa adalah awardee dari Fulbright dan seorang muslimah yang banyak memberikan aku wawasan baru tentang kehidupan di Amerika. Persiapan yang cukup matang pun aku lakukan, mulai dari meminta surat rekomendasi, membat study proposal dan lain sebagainya. Oiya, Fulbright ini aplikasi beasiswanya offline ya alias pake POS. Jadi harus well-planned banget, nggak bisa mepet-mepet. Pengumuman beasiswa ini baru aja dikirim lewat email kemarin. Hasilnya? Yup, aku gagal lagi untuk kesekian kalinya. Aku mengerti sih, sepertinya ini karena terhalang restu orang tuaku. Jadi, teman-teman kalau mau apply beasiswa jangan lupa minta restu dulu ya. Make sure kedua orang tua kita ridho dengan keputusan kita, supaya hasilnya juga barokah hehe.

Masih belum menyerah, aku mendaftar beasiswa pemerintah Australia, yaitu AAS (Australia Awards Scholarship). Alur beasiswa ini cukup panjang menurutku dibanding yang lain. Banyak form yang harus diisi, termasuk motivation letter yang pertanyaan mantap-mantap. Proses pengisian aplikasi beasiswa AAS cukup panjang dan sempat mengalami distraction. Jadi, saat aku masih proses mendaftar, aku mendapatkan tawaran menjadi tutor IELTS di Kampung Inggris, Pare, Kediri. Sebagai seorang explorer (ehe), aku terima tawaran tersebut dengan segala konsekuensinya, termasuk pecah fokus dari proses beasiswa ini. Fyi, aku mendaftar juga beasiswa lainnya, yaitu beasiswa Ignacy Lukasiewicz dari pemerintah Polandia. Yang menarik, kedua beasiswa ini DEADLINENYA SAMA, yaitu 29 April 2019. Bisa dibayangkan betapa riweuhnya? Dari pagi sampai maghrib ngajar, malam ngurus beasiswa. Alhamdulillah, beasiswa AAS sudah aku submit terlebih dahulu sebelum beasiswa Ignacy. Berbeda dengan beasiswa AAS, beasiswa Ignacy ini tidak membutuhkan motivation letter melainkan thesis proposal. Jauh lebih challenging menurutku. Kenapa? Karena kita kan belum tau apa yang akan kita pelajari di S2, ya mentok-mentok tau lewat silabus universitas. Tapi kan belum detail dan masih ngawang banget. Nah, aku mengerjakannya sembari mengajar IELTS di Pare saat itu sehingga aku pecah fokus. Bahkan, aku submit aplikasi beasiswa ini 4 MENIT sebelum ditutup. Gila gak? Aku, jujur, sambil nangis-nangis mengerjakan ini, karena deadlinenya jam 20.00 WIB dan pada jam 19.00 WIB harusnya aku rapat bersama tutor-tutor IELTS lainnya dan pemilik lembaga bimbingan belajar IELTS yang aku tempati. Saat itu rasanya aku menghancurkan satu kesempatan emas yang memiliki probabilitas tinggi karena beasiswa ini dikhususkan untuk 18 negara, dimana Indonesia masuk di dalamnya, dan hanya untuk teman-teman yang memiliki background keilmuan eksakta. Otomatis peluangnya lebih besar dong? Aku berpikir demikian.

Kembali ke beasiswa AAS. Singkat cerita, aku mendapatkan email pagi-pagi dari AAS, sekitar bulan Juli yang menyatakan aku gagal lolos ke tahap selanjutnya. Itu berarti aku sudah ditolak oleh 5 beasiswa bergengsi. Pada saat itu, aku merasa jadi manusia yang useless. Nggak berkompeten, karena nggak satupun beasiswa itu bisa aku tembus, bahkan seleksi berkasnya aja aku nggak lolos. Patah semangat? Iya. Aku mengakui bahwa aku sempat patah semangat. Api yang berkobar-kobar melihat kakak-kakak diaspora yang menuntut ilmu diluar, membaca kisahnya dari buku perantau ilmu yang diterbitkan oleh PPI Dunia pun hampir padam. Sampai akhirnya, aku mendapatkan sebuah pesan di WhatsApp. Rupanya itu kakak tingkatku yang sedang mulai kuliah di Belanda, tepatnya di kampus idamanku sejak lama. Dia mengirimkan foto pemandangan di Wageningen, sebuah kota kecil di Belanda sambil mengirimkan pula tulisan "Ayo sil kesini!".


Image result for poznan
Poznan, Poland (source: OLX Group)

Dari pesan singkat itu, api yang hampir padam, rasanya seperti disiram oleh bensin. Membara lagi. Aku pun mempersiapkan lagi syarat-syarat pendaftaran beasiswa LPDP karena memang saat itu aku berencana mendaftar LPDP batch 2. Hingga akhirnya aku ingat kalau aku belum dapat pengumuman dari salah satu beasiswa yang aku apply. Beasiswa dari pemerintah Polandia, yaitu Ignacy Lukasiewicz. Mulanya, aku sangat tidak optimis dengan aplikasi beasiswaku ini.Ya seperti yang udah aku jelaskan diatas, aku submit aja 4 menit sebelum deadline dan ngerasa thesis proposalku bisa jauh lebih baik lagi. Selama berbulan-bulan dari tanggal submit, aku tidak berharap banyak. Hanya doa kepada Allah "berikan yang terbaik, yang banyak manfaat dibanding mudharat. yang manfaatnya bukan hanya buatku tapi buat khalayak yang lebih luas. di pintu manapun, jadi apapun, berilah aku kelapangan dalam menerima setiap takdirMu. karena aku tau itu pasti yang terbaik dan yang aku butuhkan". Doa tersebut aku panjatkan terus setelah selesai sholat. Aku tidak membumbungkan harapanku terlalu tinggi. Belajar dari kasus kemarin, aku selalu kecewa. Akhirnya, aku memutuskan jadi orang yang pasrah (setelah berusaha maksimal tentunya).

Lalu datanglah hari ini, 20 Agustus 2019. Ditengah kesusahpayahanku menahan sakit wasir yang kambuh, aku mendapat pengumuman dari grup beasiswa Ignacy Lukasiewicz yang dibentuk oleh PPI Polandia, dimana fungsinya untuk mengkoordinir para applicant beasiswa ini. Pengumuman tersebut berupa screenshot list awardee beasiswa ini yang dicantumkan nomor applicantnya saja, tanpa nama. Aku lupa nomor applicantku dan akhirnya mencoba membuka email. Dengan hati yang deg-degan tapi pasrah, aku mulai mencari nomor applicantku. Awalnya aku bergumam "hmm... pasti gaada. yaudah gapapa". Tetapi, begitu mendekati nomor terakhir (fyi, nomor applicantku akhir soalnya aku submit di super injury time), aku menemukan nomor applicantku. Sambil gemetar, aku mengeceknya berulang-ulang lewat webiste resmi nawa.gov.pl sampai benar-benar yakin itu nomorku. Alhamdulillah. Allah pilihkan yang terbaik. Walau hati masih tertaut di Wageningen, tapi Poznan in syaa Allah juga nggak kalah oke asal aku bersungguh-sungguh nuntut ilmunya dan lurus niatnya. Mimpi menuntut ilmu ke benua biru tinggal beberapa langkah lagi. Mimpi sekaligus kado terindah di umur, yang 4 September nanti, menginjak 23 tahun.

Guys, yang aku mau tekankan disini adalah "ketika satu pintu tertutup, yakin kalau pintu yang lain pasti terbuka. dan in syaa Allah itu yang emang terbaik". Jangan gampang nyerah kalau misal gagal di satu hal. Lelah itu normal, istirahatlah sejenak. Tapi jangan sampai ketiduran, berdiri lagi. Kalau nggak kuat lari, jalan pelan-pelan. Ketika udah kuat jalan, coba jogging, hingga sampai dititik kamu kuat untuk berlari lagi. Emang pesan dari Allah tuh selalu bener "Aku mengetahui sedangkan kamu tidak". Kadang yang jadi impian kita, yang jadi dambaan kita, yang jadi inceran kita, ternyata kalau Allah wujudin bisa jadi memberikan dampak yang kurang baik. Ya, wallahu'alam ya apa dampaknya. Yang jelas, kalau kita dibelokin dari mimpi itu, asal menurut Allah itu baik, in syaa Allah dikasih yang lebih baik kok, atau kalo emang itu gak baik pasti dikasih penggantinya.

Terakhir, aku minta doanya ya. Bulan depan akan jadi bulan yang challenging buat aku karena harus meninggalkan negara tercinta ini, untuk mencari ilmu di negeri orang. Doakan aku semoga bisa meluruskan niat mencari ilmu yang nantinya bisa bermanfaat bagi orang banyak. Aamiin.

I wish you all the best and success on your own way, in syaa Allah. Aamiin. 

Komentar

  1. selamattt kak, sangat menginspirasi :")

    BalasHapus
  2. boleh minta emailnya kak? aku pegin tanya-tanya tentang beasiswa

    BalasHapus
    Balasan
    1. halo! maaf sekali ya aku baru liat komennya. boleh, sila di: casildaulia@gmail.com :)

      Hapus
  3. selamat kak, baca pengalaman kakak buat aku jadi tambah semangat buat ngejar beasiswa, oh iya kak kalau boleh tau gimana sih caranya kakak bisa kenal awardee yang lolos di semua beasiswa yang kakak daftarin, aku juga mau buat nanya-nanya. terimakasih sebelumnya. atau kakak punya email, atau akun sosmed, mau nanya-nanya juga soalnya hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. halo! maaf yaa aku lama bgt nggak online blog. boleh sila di ig @casildaulia ya :)

      Hapus

Posting Komentar

Thank you for visiting

Postingan populer dari blog ini

Seputar Ilmu dan Teknologi Pangan (Food Science and Technology)

Assalamualaikum wr. wb. Hai bloggies! Ketemu lagi dengan saya di malam nan sendu dan syahdu habis ujan yang baru aja berhenti hehe. Nah, kali ini saya bakalan share sedikit nih tentang jurusan kuliah saya. Yap, Teknologi Hasil Pertanian program studi Ilmu dan Teknologi Pangan atau bahasa kerennya Food Science and Technology. Di tulisan ini, In shaa Allah saya akan share mengenai apa aja yang dipelajari di program studi ini, prospek ke depannya bagaimana, title yang didapat nanti apa dan masih banyak lagi. Saya niatin bikin tulisan ini udah lama banget tapi baru kesampaian sekarang karena alhamdulillah program studi ini peminatnya tiap tahun terus meningkat dan dicari! Wah, mantab kan? Yuk langsung aja kita bedah, Ilmu dan Teknologi Pangan! What is Food Science and Technology? Ilmu dan Teknologi Pangan atau dikenal dengan istilah Food Science and Technology mempunyai dua pengertian yang berbeda. Food science atau ilmu pangan adalah ilmu yang mempelajari tentang reaksi fisik

Arti Nama *CASILDA* dalam SEJARAH ISLAM :)

Dia adalah Casilda, seorang gadis cantik tawanan gerombolan kaum muslimin. Katakanlah bahwa yang menawan Casilda adalah sebuah gerombolan. Sebab mereka terdiri dari anak-anak muda muslim yang mengalami nasib yang sama. Sama-sama diperlakukan sadis oleh orang Spanyol. Keluarga mereka habis dibantai. Desa mereka dibakar. Terbayang kembali dalam memori pemuda berusia dua puluh tahun yang bernama Ja’far. Desanya yang terletak di ketinggian gunung itu sebelum diserang oleh orang-orang Spanyol, merupakan  desa aman dan tentram. Ketentraman ini membuat desa-desa lain di sekitarnya merasa iri hati. Ketenangan desa dicapai melalui sebuah perjanjian antara pihak Spanyol dengan penduduk desa. Bahwa tentara Spanyol tidak akan mengusik ketenangan desa yang penduduknya semua muslim. Imbalannya ialah dengan menyerahkan upeti dalam jumlah yang sangat besar. Tetapi dasar Spanyol. Beberapa tentaranya haus darah. Mereka menyerang desa Santa Gumara yang dekat dengan Saragosa itu. Semua

Sajak : Diam Lebih Baik (Silent is better)

Amarah yang datang menghampiri Terkadang membuatku diperdaya Panas membara didalam dada Ah.. serasa semua terkena imbasnya Tapi aku lebih memilih diam Karena aku tahu, hanya diamlah cara terbaik meredam amarah Saat aku mendapati beribu kekecewaan Seakan hati ini tak kuat bertahan Ingin rasanya berteriak sekencang yang aku bisa Menyalahkan takdir yang diberikan Sang Kuasa Tapi aku lebih memilih diam Karena aku tahu, jika aku terlalu banyak membicarakan kekecewaan itu Maka ia akan semakin membakar hatiku Ketika aku bersedih Aku hanya bisa menahan Mencoba meredamnya lebih dalam Bahkan airmata yang telah menetespun, aku seka Dan sekali lagi Aku lebih memilih diam Karena aku tidak ingin membagi kesedihanku kepada orang lain Cukuplah aku dan Allah yang tahu Mungkin ini adalah salah satu hal yang sulit Mencintai seseorang dalam diam Diam-diam mendoakannya dalam malam Tak luput menyebut namanya didalam setiap doa yang terpenjat Kenapa lebih memilih diam? Karena aku