Langsung ke konten utama

Pelajaran dari Kegagalan

Halo, assalamu'alaikum. Kali ini aku pengen berbagi tentang pengalamanku ikut IELTS test sebanyak 2X (please don't get startled), dari ngga ngerti apa-apa, nyoba tes pertama yang hasilnya jauh dari harapan, sampai akhirnya bisa dapet skor sesuai target. Disclaimer, aku nge-share pengalaman ini dengan tujuan agar kalian ngga ngalamin hal yang sama kayak aku dan persiapannya bisa jauh lebih baik supaya bisa dapetin skor yang kalian pengenin. Oke, langsung aja ke ceritanya yuhuw.


Related image
Picture Source: thriveglobal.com

Les IELTS
Buat temen-temen yang emang punya waktu longgar dan udah nabung buat persiapan tes IELTS--entah untuk beasiswa/kerja--aku saranin untuk ngambil les. Kalo kalian berdomisili di Malang, aku sangat merekomendasikan ambil les di Balai Bahasa Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Dulu aku les disini selama kurang lebih 2 bulan dengan biaya 3 juta dan sekelas 12 orang doang. Mahal? For me, it's quite save your money (dibandingkan dengan tempat kursus lainnya). Jadwal lesnya mulai Senin-Jum'at selama 3 jam (16.00-17.30 & 18.00-19.30), worth it kan? Mirip banget kayak kuliah lah. Tentornya juga asik-asik dan friendly banget. Ini ngebuat suasana belajar jadi nyaman dan ngga tegang. Selama les disana, aku bener-bener banyak dapet ilmu tentang IELTS. Dari awalnya yang nol putung sampai bisa bikin writing, speaking yang bener, listening dan reading yang proper, intinya i could enrich my knowledge as well as boost my ability in doing IELTS' parts. But, kalo temen-temen belum punya waktu longgar atau belum nabung, tenang aja! Kalian bisa tetep belajar lewat sumber-sumber yang oke. Kebetulan aku udah coba ngerangkum website, youtube channel, sampai kamus yang ngebantu aku banget untuk belajar IELTS (hehe). Silahkan klik disini.
  
Tes IELTS pertama.
Setelah les mulai berjalan menuju akhir masanya (lol!), sekitar dua mingguan sebelum berakhir, aku memutuskan untuk ngambil tes tanggal 1 Desember 2018 di Malang. Kebetulan tempat lesku bekerjasama dengan IALF Surabaya--sebuah lembaga resmi yang mengadakan tes IELTS. Sebenernya, aku ngga siap-siap banget buat ngambil tes yang bahkan mendahului selesainya durasi lesku. Tapi, karena pada saat itu aku punya plan untuk segera apply ke salah satu universitas impianku, so aku kumpulkan niat dan tekad (cie amat w) untuk take that test immediately. Ada beberapa step yang aku lakuin untuk mempersiapkan tes ini, mulai dari bikin jadwal belajar sendiri, nentuin target skor untuk masing-masing IELTS' parts, sampai buka-buka berbagai website kredibel buat mantepin IELTS. Aku bahkan mengajak teman-teman seperjuangan untuk belajar bareng, sampai bikin grup buat mempelajari IELTS lebih fokus dan terstruktur. Singkat cerita, dua hari sebelum tes, tiba-tiba ada email masuk yang memberitahukan bahwa speaking tesku maju jadi tanggal 30 November siang. Sebagai anak yang baru pertama kali berhadapan dengan IELTS things, otomatis aku deg-degan ga karu-karuan. Apalagi examiner-nya itu BULE, a native speaker. To be honest, itu adalah kali pertamaku ngomong face-to-face sama bule. Iya, emang aku norak banget, i know don't judge me wkk. So, aku harus bener-bener pasang kuping, takut-takut aku ngga nangkep apa yang beliau sampaikan. Sehari sebelum tes, waktu di tempat les, salah satu tentorku bilang kalau examiner-nya adalah pemilik dari IALF Surabaya dong. Makin parno lah aku waktu itu, sampai-sampai aku browsing nama beliau dan accentnya di Instagram, LOL! Sepanik itu. 

Oke, tibalah hari Jumat, my speaking test. Siang itu mendung, dan aku super deg-degan. Walaupun udah well-prepared dua minggu sebelumnya, tetep aja aku panik. Ya, emang dasarnya aku anaknya panikan, jadi dengan kondisi seperti ini akan sangat mendukung sifat tersebut menguasai diri ini. Saat itu namaku pun di panggil. Setelah melalui proses fingerprint scan, aku pun masuk ke ruangan bersama seorang examiner (and guess what? fix beliau yang aku liat di Instagram lol). Awal-awal berjalan dengan lancar, part 1 went quite smooth. Begitu sampai part 2, aku dapat topik yang tidak aku perkirakan sebelumnya "the most interesting thing about your country". Well, walaupun jawabanmu tidak akan dinilai, yang dinilai cuma cara speaking, fluency, coherrence gitu-gitu, tetep aja akan lebih mudah jika kita punya pengalaman di kepala terus diceritain. Pas itu, aku bener-bener make up jawaban alias NGARANG. Aku jawab se-keluar apa apa aja yang ada di kepalaku, yang penting aku ngomong, nggak diem kelamaan, dan bisa selancar mungkin. Walaupun agak belibet, akhirnya I managed to thorugh it. Nah, part 3, pertanyaan-pertanyaan emang berkelanjutan dari part 2 dan pasti cenderung diskusi. Disini, pertanyaan yang beliau ajukan sangat challenging, misalnya "apa yang membedakan negaramu dengan negara lain?", "bagaimana menurutmu jika antar provinsi di Indonesia saling berkompetisi?", "apa yang membedakan antara provinsi di Indonesia?", "menurutmu, kenapa orang-orang nggak suka tinggal di perkotaan padahal fasilitasnya lengkap?", all those questions must be answered using English. Dang! Aku bisa jawab tapi sesuai prediksi, karena aku panik-panik mode on, walhasil jawabnya agak mbulet. Tapi aku tetep bersyukur bisa jawab seada-adanya dan ngga banyak jeda plus masih ngeluarin vocab-vocab unik yang aku tau.

Selang sehari kemudian, aku melaksanakan ujian listening, reading, dan writing selama kurang lebih 2,5 jam. Sebelumnya, ada sesi foto untuk sertifikat IELTS dan fingerprint scan. Selama proses menunggu, udah ngga keitung aku bolak-balik kamar mandi buat pipis saking deg-degannya. Situasi ini bikin tingkat panikku naik. Sekitar jam 08.50 WIB, peserta diminta untuk masuk ke dalam ruangan karena jam 09.00 WIB tes bakal dimulai. Long story short, tes 1 yaitu listening test. Menurutku, part ini cukup challenging karena bener-bener kayak orang kumur-kumur saking cepet dan accent British nya yang cukup membuat kelimpungan, apalagi pas masuk section 2 dan 3. Setelah listening, selanjutnya adalah reading dan writing. Untuk reading aku ngga menemui kesulitan berarti waktu itu or you could say it I felt I didn't meet any extreme questions, begitupula dengan writing. But, di bagian writing task 1, aku agak kesulitan grouping data untuk kemudian dijelaskan ke dalam paragraf and worst it ended up dengan kesadaranku yang super telat kalo aku nulis kurang dari 150 kata untuk task 1 di 3 menit terakhir. I messed up. Saat itu aku bener-bener berharap kalau writing task 2 ku bisa menyelamatkan skor writing.Pengumuman skor IELTS diberitahukan sekitar 13 hari setelah tes melalui website untuk preview skor. Oke, anggep aja 13 hari udah lewat ya (wk!). Perasaanku udah ngga enak karena emang aku merasa kurang maksimal dalam mengerjakan tes kali ini, terutama di bagian writing dan listening. Dan bener aja, pas aku buka previewnya, I only got 6.0 for the overall score, with 6.5 for both listening and speaking, 6.0 for reading, and 5.5 for writing. Sebenernya aku pun udah ngira kalau writing bakal rendah, tapi yang paling bikin sedih adalah reading karena aku ngerasa bisa ngerjain tapi skor nya jauh dibawah harapanku. Satu lagi sih yang bikin super nyesek adalah "andaikan" writingku 6.0 aja, skorku bisa naik jadi 6.5 which can be used to apply for almost all scholarships offered. Tapi apa boleh buat, semua udah kejadian, dan aku dengan berat hati wajib buat ikut tes lagi untuk memenuhi syarat skor IELTS minimal overall 6.5 dan minimal 6.0 untuk masing-masing band

Tes IELTS kedua.
Mencoba mengumpulkan semangat yang mulai luntur itu nggak mudah. Sama sekali enggak. Terutama saat pertanyaan-pertanyaan mengenai hasil tes mulai berdatangan. Antara mencoba berpikir positif dan ngerasa tertekan dengan berbagai tanya yang muncul. Sempet banget aku ngerasa "sebodoh itukah gue? ngerjain soal-soal yang ngga jauh beda sama latian-latian yang biasa gue kerjain aja ngga bisa, sampe dapat nilai sejeblok itu". Ditambah lagi waktu itu ada temen yang skornya udah sangat melampaui keperluan beasiswa, makin down lah diri ini. Tapi, aku mencoba terus memulihkan semangat dengan cara mendaftar salah satu kampus favorit di bidangku, Wageningen University and Research. Kebetulan, aku mendaftar salah satu program di MSc of Food Technology dimana IELTS yang dibutuhkan overall 6.0, dan syarat skor speaking minimal 6.0. Menyadari bahwa skorku bisa dipake buat daftar, aku segera mempersiapkan semua dokumen yang diperlukan untuk proses pendaftaran sampai submit semua berkasnya. Selang 5-6 harian setelah submit, alhamdulillah aku dinyatakan diterima di kampus tersebut. Hasil ini, salah satunya, yang ngebuat semangat dan tekadku buat tes lagi jadi menggebu. 

Fyi, persiapanku untuk tes kedua sangat singkat, hanya dua minggu. Aku memutuskan mengambil tes kedua tanggal 19 Januari 2019 atas dorongan kuat kedua ortuku, karena sebelumnya aku pengen take yang tanggal 9 Februari 2019. But, ortu ku punya pendapat kalau itu terlalu lama dan lain sebagainya. Akhirnya dengan bismillah aku daftar tes keduaku dan mempersiapkan segala hal sebaik-baik yang aku bisa. Aku juga membuat target skor untuk masing-masing band--which I made it once I decided to take my first test--dengan tujuan menjaga semangatku sekaligus memperkirakan skor yang aku bisa dapetin. Dua minggu berharga itu bener-bener aku pake buat belajar dan latian-latian soal plus ngga lupa "nge-boost faktor X". Hari demi hari berlalu, tiba juga hari tes keduaku. Aku ngambil tes di IALF Surabaya yang berlokasi di daerah Ngagel. Perasaanku jauh lebih tenang, hampir ngga deg-degan sama sekali. Ya mungkin udah ku habis pas tes pertama ya, lol. Kali ini, aku dapat jadwal speaking test sama dengan writing, reading, dan listening. So, aku harus nunggu sekitar 3 jam dari selesainya LRW menuju ke speaking test

Tes dimulai pukul 09.00 WIB, just the same with my first test. Listening still became the most challenging part among others. Untuk tes kali ini, pada saat itu, aku merasa kesulitannya jauh melebihi tes pertama. Pas section 3, aku ketinggalan sekitar 3-4 nomor. Aku berusaha bener-bener ngga panik dan menggunakan jurus "guessing" sambil sholawatan, berharap bahwa metodeku menghasilkan jawaban yang bener. Lanjut ke reading. Di bagian ini, aku mencoba setenang mungkin dan ngga panik. Ngerjainnya pelan-pelan, ngga peduli orang lain udah pada kelar atau belum, pokoknya I just focused on my booklet and answer sheet. Menurutku, reading berjalan cukup baik, at least dibandingkan listening. In the following test, of course, writing! Topik yang aku dapetin untuk writing task 2 jauh lebih "sedep" dibandingkan tes pertamaku. But, alhamdulillah, belajar dari pengalaman, aku mencoba tenang dan memainkan strategiku supaya ngga sampai kurang jumlah katanya, terutama di writing task 1. Ketiga tes LRW berjalan dengan baik. Aku cukup "puas memainkan peran" untuk ngga panik dan tetep tenang walaupun waktunya super mepet dan pressurenya tinggi. Setelah tes, peserta diberi waktu ISHOMA sampai waktu speaking test yang udah diinfoin lewat email masing-masing. As I said before, aku kedapetan 3 jam setelah LRW untuk speaking, which was 15.10 WIB.  Aku bersama seorang kenalanku di tempat tes nunggu giliran di ruangan sambil nonton film (filmnya diputerin sama pihak IALF). Pas asik-asik nonton, tiba-tiba namaku dipanggil sekitar pukul 14.00 WIB. Aku agak kaget karena maju banget dr jadwal awal. Akhirnya, setelah panitia tes bilang giliranku setelah ini dan aku diminta nyiapin KTP plus ngelakuin prosedur fingerprint scan lagi, aku dipersilahkan masuk ruangan bersama dengan seorang examiner. Jujur, examiner kali ini sedikit berbeda dengan tes pertamaku. Beliau super ramah, senyum terus, dan perempuan, jadi aku ngga perlu grogi untuk keep eyecontact sama beliau selama speaking berlangsung wkk. Selama proses tes ini, aku merasa jauuuh lebih enjoy, go with the flow, ngalir aja tuh percakapan kayak ngobrol sama temen. Se-asik itu sampai ngga berasa speakingnya kelar. Topik yang diberikan, terutama part 2, was totally out of my mind, "seseorang yang tidak sepenuhnya berkata jujur". Aku sepenuhnya make up a.k.a ngarang cerita. But, thankfully, it went well and smooth *IMO. Sama kayak tes sebelumnya, hasil tes bisa diakses di website 13 hari setelah tanggal tes. Aku udah pasrah dengan hasilnya karena sebelumnya udah pernah gagal, jadi aku menghadapi hari itu dengan lebih legowo. At last, aku memberanikan diri buat akses websitenya, input data-data yang diperlukan, dan klik OK. Hasilnya, alhamdulillah sesuai dengan ekspektasi dan target-targetku. My overall score rose to 7.0, with 7.5 for both listening and speaking, 7.0 for reading, and 6.0 for writing. Semua band score ku naik. Ini yang bener-bener ngebuat aku seneng, karena banyak yang bilang kalo tes dua kali, pasti ada salah satu yang turun dan ada yang naik. Rasanya salah satu beban dipundak ilang! It may sound too much, tapi setelah menghadapi kegagalan dan bikin semangat super down, hasil yang aku dapet terasa melegakan. Paling engga, aku bisa mematahkan anggapan itu sekaligus self-appreciate bahwa aku ngga se "beler" itu dan setiap orang layak buat dapetin kesempatan kedua--asal emang digunakan dengan baik dan bijak.

Closing.
Pesan yang pengen banget aku sampein adalah, ngga masalah kalo kamu ngadepin kegagalan. Disaat teman-teman lain menyongsong kesuksesan. Mungkin, ini bukan waktumu. Kamu dituntut untuk berjuang lebih keras dibanding lainnya, atau mungkin juga Allah pengen nguji seberapa tangguh kamu untuk berjuang mendapatkan apa yang kamu impikan. Ngga ada mimpi yang konyol, yang ada kita aja yang kurang usaha atau kurang memaksimalkan potensi dan kesempatan yang ada. Dari pengalamanku ini, aku juga berharap teman-teman terutama pejuang beasiswa yang mau ambil IELTS exam untuk belajar supaya ngga sampe ngalamin apa yang aku lewati. Jangan gampang bilang "ngga bisa" sebelum nyoba. Pelan-pelan aja ngga papa, yang penting ada progress tiap hari. Aku juga sangat menyarankan untuk mempersiapkan diri dengan baik sebelum memutuskan untuk tes, melihat biaya tes yang cukup mahal. Jangan lupa juga untuk minta restu sama orang tua dan orang-orang terdekat lain--karena kita ngga tau doa mana yang dikabulin, maksimalin "faktor X" yang bisa jadi tiap ornag berbeda, dan jangan panik, karena panik ini mengacaukan konsentrasi dan bisa berakhir dengan tidak maksimalnya kita dalam mengerjakan soal-soal tes. I wish you every success in doing your IELTS examination. Good luck!

Semoga pengalaman yang aku bagi bermanfaat ya. See you!


Regards,


Casilda

 


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seputar Ilmu dan Teknologi Pangan (Food Science and Technology)

Assalamualaikum wr. wb. Hai bloggies! Ketemu lagi dengan saya di malam nan sendu dan syahdu habis ujan yang baru aja berhenti hehe. Nah, kali ini saya bakalan share sedikit nih tentang jurusan kuliah saya. Yap, Teknologi Hasil Pertanian program studi Ilmu dan Teknologi Pangan atau bahasa kerennya Food Science and Technology. Di tulisan ini, In shaa Allah saya akan share mengenai apa aja yang dipelajari di program studi ini, prospek ke depannya bagaimana, title yang didapat nanti apa dan masih banyak lagi. Saya niatin bikin tulisan ini udah lama banget tapi baru kesampaian sekarang karena alhamdulillah program studi ini peminatnya tiap tahun terus meningkat dan dicari! Wah, mantab kan? Yuk langsung aja kita bedah, Ilmu dan Teknologi Pangan! What is Food Science and Technology? Ilmu dan Teknologi Pangan atau dikenal dengan istilah Food Science and Technology mempunyai dua pengertian yang berbeda. Food science atau ilmu pangan adalah ilmu yang mempelajari tentang reaksi fisik

Arti Nama *CASILDA* dalam SEJARAH ISLAM :)

Dia adalah Casilda, seorang gadis cantik tawanan gerombolan kaum muslimin. Katakanlah bahwa yang menawan Casilda adalah sebuah gerombolan. Sebab mereka terdiri dari anak-anak muda muslim yang mengalami nasib yang sama. Sama-sama diperlakukan sadis oleh orang Spanyol. Keluarga mereka habis dibantai. Desa mereka dibakar. Terbayang kembali dalam memori pemuda berusia dua puluh tahun yang bernama Ja’far. Desanya yang terletak di ketinggian gunung itu sebelum diserang oleh orang-orang Spanyol, merupakan  desa aman dan tentram. Ketentraman ini membuat desa-desa lain di sekitarnya merasa iri hati. Ketenangan desa dicapai melalui sebuah perjanjian antara pihak Spanyol dengan penduduk desa. Bahwa tentara Spanyol tidak akan mengusik ketenangan desa yang penduduknya semua muslim. Imbalannya ialah dengan menyerahkan upeti dalam jumlah yang sangat besar. Tetapi dasar Spanyol. Beberapa tentaranya haus darah. Mereka menyerang desa Santa Gumara yang dekat dengan Saragosa itu. Semua

Sajak : Diam Lebih Baik (Silent is better)

Amarah yang datang menghampiri Terkadang membuatku diperdaya Panas membara didalam dada Ah.. serasa semua terkena imbasnya Tapi aku lebih memilih diam Karena aku tahu, hanya diamlah cara terbaik meredam amarah Saat aku mendapati beribu kekecewaan Seakan hati ini tak kuat bertahan Ingin rasanya berteriak sekencang yang aku bisa Menyalahkan takdir yang diberikan Sang Kuasa Tapi aku lebih memilih diam Karena aku tahu, jika aku terlalu banyak membicarakan kekecewaan itu Maka ia akan semakin membakar hatiku Ketika aku bersedih Aku hanya bisa menahan Mencoba meredamnya lebih dalam Bahkan airmata yang telah menetespun, aku seka Dan sekali lagi Aku lebih memilih diam Karena aku tidak ingin membagi kesedihanku kepada orang lain Cukuplah aku dan Allah yang tahu Mungkin ini adalah salah satu hal yang sulit Mencintai seseorang dalam diam Diam-diam mendoakannya dalam malam Tak luput menyebut namanya didalam setiap doa yang terpenjat Kenapa lebih memilih diam? Karena aku