Langsung ke konten utama

Menikah

Halo, assalamu'alaikum! Gue tiba-tiba kepikiran pengen sharing opini tentang satu topik yang cukup sensitif sekaligus hangat-hangatnya dibicarakan ditengah-tengah sekumpulan orang-orang berumur 20 tahun keatas. Disclaimer dulu ya, tulisan ini murni pendapat gue based on my point of view regarding all the things happen in my circle and society.

Hasil gambar untuk married muslim cartoon
http://clipartxtras.com


Menikah. Satu kata yang diidam-idamkan bahkan banyak yang menganggap kalo nikah adalah short and fast gateway dari semua problematika pendidikan dan hidup. But, guys, you get them wrong. Married is not as simple as you buy a clothes then if you bored you can freely trash them. Mulanya, gue termasuk orang yang berpikiran menikah adalah hal yang wajib gue lakuin sebelum gue umur 25 an. Ya, gue punya cita-cita or you can call it a plan to get married at 22-24 years old. Keinginan itu muncul karena orang tua gue dulu nikahnya pas beliau berdua masih sama-sama kuliah. Ayah gue masih profesi apoteker dan Ibu tinggal sidang skripsi. Gue pengen ntar anak-anak gue punya nasib sama kaya gue. Pas gue gede, ortu masih muda, jadi kalau diajak diskusi nyambung, hangout oke, jiwanya masih muda gitulah. Keinginan itu masih bertahan sampai gue kuliah semester 5-6 an. Diperparah dengan mulai munculnya undangan-undangan nikahan, kakak tingkat yang nikah pas kuliah, dan lain sebagainya. Gue makin ke-trigger buat mikir "wah, mantep nih dah pada nikah. gue kapan, ya?". Tapi, lambat laun gue jadi mikir kalau nikah ngga as simple as I thought before. There are lot of things I MUST prepare before taking the decision to get married. So, the point is, am I agree or disagree? I could say it depends on the value you may have.

Disini gue punya dua alasan kenapa gue bisa agree or disagree depends on the value I have:
1. Married is not short gateway nor escape from your problems, because it will gain lot of problems if you are not ready to deal with it
2.  If you are ready then you may do that, but you have to prepare yourself well. Married without being forced by your parents or society. Married because you need to and you are ready to through a new chapter of your life, forever.

First of all, buat gue yang beragama Islam dan mungkin juga society & circle gue yang emang mayoritas Islam punya kepercayaan bahwa menikah adalah ibadah. Dengan menikah, kita melengkapi separuh agama. It seems like you have a missing puzzle, you find it, it will complete you and it's gonna be perfect. Kepercayaan itu yang menjadi pegangan dalam memilih pasangan, perhaps. Jadi kita nyari pasangan yang bener-bener bisa mengisi bagian yang rumpang itu. BUT, here's a mistaken thought of the believeness. Banyak dari kita yang menjadikan menikah sebagai salah satu "short gateway/escape" dari berbagai masalah kehidupan yang sedang kita alami. For instance, we are now having some problems in our results of college examinations, then we say "I prefer to get married than have to through this once again in the next semester!" Well...that is happening lately. Alasan yang disampaikan terkait dengan statement tersebut adalah he/she might fed up with his/her college life and end up thinking that "menikah adalah ibadah" so i think that's the best way to do. Iya, menikah memang ibadah. Ibadah yang pahalanya gede banget. But, you might forget that get married is the longest worship you are going to do. Kalo kata Ibu gue, "menikah itu ibadah yang kompleks". Why it could be so complicated? Yang pertama, kewajiban kita bertambah, bukan sebagai anak lagi untuk kedua orang tua kita tapi sebagai suami atau istri. Buat perempuan, ketika kita udah dinikahin, kewajiban pindah ke suami kita, udah bukan ke kedua orang tua. Yang kedua, belajar ikhlas. Ikhlas buat menerima tanggung jawab lebih, ikhlas buat "mengabdi" ke suami kalo perempuan, ikhlas menjadi pasangan sehidup semati, ikhlas saling menurunkan ego masing-masing, ikhlas buat terus belajar karakter masing-masing, belajar buat ngatur keuangan, belajar memahami dari segi dua keluarga yang berbeda background, and it will happen for the rest of your life. Belum lagi kalo kita berencana punya anak. Kita harus bener-bener mempelajari ilmu parenting karena harus punya bekal buat mendidik anak lo. Apalagi kalo perempuan yang harus bisa jadi madrasah utama dan pertama buat anak kita. Disini semakin banyak tuntutan ini itu, maka salah kalo ada yang nganggep menikah adalah jalan keluar dari masalah. Justru, menikah akan "menambah masalah" yang ngga bisa kabur gitu aja, karena ini menyangkut janji dan komitmen dengan Tuhan dan pasangan beserta keluarga masing-masing. Apa jadinya kalo dari awal niat kita udah salah, terus pas nikah ternyata "menyesal" dan end up by messing your life? Gue sering denger dari beberapa temen gue yang orang tuanya punya masalah karena niat menikah di awal yang salah, terus anak jadi korbannya. I can't even relate why parents involve their children to their problems which were made by themselves. Akibatnya mental anaknya yang kena. Jadi ketika emang mau memutuskan menikah, kita harus bener-bener bijak dalam mengatur niat dan tujuan kenapa kita menikah.

Moreover, kalo emang udah siap buat menikah dengan segala konsekuensinya, gue rasa kita boleh mulai mempertimbangkan untuk menikah. Tentunya dengan berbagai kesiapan yang matang dan jangan sampai prematur. Mulai dari belajar ilmu tentang pernikahan, belajar peran suami dan istri gimana, belajar tentang fiqih (penting bgt!), belajar tentang parenting, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan kehidupan setelah pernikahan. Satu hal yang perlu diinget bahwa kita menikah bukan untuk menyenangkan atau dipaksa orang lain. Menikah kalo emang dirasa udah perlu dan kita butuh untuk menikah. Kadang-kadang, masih banyak yang ke trigger "temen-temen gue udah pada nikah nih, gue kapan ya?". Gue pengen reminder buat gue dan pembaca nih, kalo segala sesuatu di kehidupan kita, termasuk nikah, bukan ajang balapan. Setiap orang punya value masing-masing. Mungkin temen-temen kita menikah dulu karena sudah mempersiapkan segala sesuatunya, mungkin karena untuk menjaga dirinya, mungkin juga sama-sama mau kuliah bareng di luar negeri jadi memutuskan untuk menikah dulu biar hidupnya bisa bareng-bareng disana. Who knows? Yang pengen gue tekenin ya, kita menikah jangan sampai karena paksaan atau influence dari orang-orang sekitar, karena kita lah yang menjalani kehidupan setelah pernikahan. Orang lain mana mau disalahin kalo kita ada masalah dalam pernikahan nantinya, padahal kita nikah karena ke-trigger sama omongannya. Kalo misalnya kita didorong terus sama orang tua, mungkin kita bisa menjelaskan dengan santun dan baik kenapa kita belum mau menikah, in syaa Allah kalo kita jelasinnya dengan halus dan lembut ortu bakal paham kok. Ya intinya sih, tiap orang ada porsi dan waktunya. Gue ngomong gini bukan berarti effortless ya. Tetep harus kasih effort tapi jangan karena omongan orang kita merasa harus buru-buru dan sama kayaa orang itu.

In conclusion, you can get married as long as you know the value of marriage, make sure you prepare it well, you do it because you want to do so, and you have to live your life happily. Because every decision has its risk, every choice has its advantages and disadvantages.




Komentar

  1. MENIKAH ITU INDAH... APALAGI KALO DI JODOHKAN... LIKE ME!!!!!!!
    TAPI YA GITU SIH, ADAPTASI 1-2 BULAN SAMA SIKAP ZAUJI GUA BUT I LOVE HIM SO MUCH... LOVE YOU LOVE YOU HUBBY

    LOVE, 11 IPA 5 & 12 IPA 1

    BalasHapus
    Balasan
    1. I know who you are LOL! Okay, it depends on your value and belief. For some, it might be hard decision to accept the matchmaking. If I were you, I, definitely, would think a about it thousands times. But, congratulations on your wedding journey sister. You nailed it! Hope you enjoy your long lasting moments ahead. Sending virtual hugs.

      Hapus
    2. Apa sih the value of marriage? Dan apa yg paling perlu dipersiapkan?

      Hapus
    3. I think my best friend above will not answer your question since she does not have blogspot thus she almost impossible receive the notification of this comment. In my personal point of view, based on the value given from my parents, first thing we must prepare our mental, because we will live forever with the same person. We should learn our personality each other in a lifetime. Accepting shortcomings and so on. And of course, marriage is not merely between two persons who are in love, but it pairs both family. The following preparation is we have to learn more about parenting so that we can rise our future children in proper way, obviously, in terms of religion, attitude, manner, and value of socializing. The most crucial thing is we must enrich our knowledge about our religion, for me as muslim, I must learn Fiqih to lead and guide me in having good marriage according to the rules and teachings of my religion :)

      Hapus

Posting Komentar

Thank you for visiting

Postingan populer dari blog ini

Seputar Ilmu dan Teknologi Pangan (Food Science and Technology)

Assalamualaikum wr. wb. Hai bloggies! Ketemu lagi dengan saya di malam nan sendu dan syahdu habis ujan yang baru aja berhenti hehe. Nah, kali ini saya bakalan share sedikit nih tentang jurusan kuliah saya. Yap, Teknologi Hasil Pertanian program studi Ilmu dan Teknologi Pangan atau bahasa kerennya Food Science and Technology. Di tulisan ini, In shaa Allah saya akan share mengenai apa aja yang dipelajari di program studi ini, prospek ke depannya bagaimana, title yang didapat nanti apa dan masih banyak lagi. Saya niatin bikin tulisan ini udah lama banget tapi baru kesampaian sekarang karena alhamdulillah program studi ini peminatnya tiap tahun terus meningkat dan dicari! Wah, mantab kan? Yuk langsung aja kita bedah, Ilmu dan Teknologi Pangan! What is Food Science and Technology? Ilmu dan Teknologi Pangan atau dikenal dengan istilah Food Science and Technology mempunyai dua pengertian yang berbeda. Food science atau ilmu pangan adalah ilmu yang mempelajari tentang reaksi fisik

Arti Nama *CASILDA* dalam SEJARAH ISLAM :)

Dia adalah Casilda, seorang gadis cantik tawanan gerombolan kaum muslimin. Katakanlah bahwa yang menawan Casilda adalah sebuah gerombolan. Sebab mereka terdiri dari anak-anak muda muslim yang mengalami nasib yang sama. Sama-sama diperlakukan sadis oleh orang Spanyol. Keluarga mereka habis dibantai. Desa mereka dibakar. Terbayang kembali dalam memori pemuda berusia dua puluh tahun yang bernama Ja’far. Desanya yang terletak di ketinggian gunung itu sebelum diserang oleh orang-orang Spanyol, merupakan  desa aman dan tentram. Ketentraman ini membuat desa-desa lain di sekitarnya merasa iri hati. Ketenangan desa dicapai melalui sebuah perjanjian antara pihak Spanyol dengan penduduk desa. Bahwa tentara Spanyol tidak akan mengusik ketenangan desa yang penduduknya semua muslim. Imbalannya ialah dengan menyerahkan upeti dalam jumlah yang sangat besar. Tetapi dasar Spanyol. Beberapa tentaranya haus darah. Mereka menyerang desa Santa Gumara yang dekat dengan Saragosa itu. Semua

The Story of Abu Bakar Ash-Siddiq (Part 1)

Assalamualaikum. Salam untuk semua saudara muslim dan muslimahku sekalian. Alhamdulillah, pada kesempatan kali ini saya bisa bertemu lagi dan diberi kesempatan oleh Allah untuk menulis sekaligus menebar ilmu dan kebaikan melalui blog ini. Pada pagi hari 21 Januari 2015 yang sedikit mendung ini, saya akan membahas tentang sahabat-sahabat Rasulullah Muhammad SAW. Untuk mengawalinya, saya akan membahas sahabat yang paling dicintai oleh Rasulullah sekaligus khalifah pertama pengganti beliau, yaitu Abu Bakar Ash-Siddiq (semoga Allah selalu merahmati beliau). Langsung saja kita simak kisahnya. Semoga menginspirasi! Biografi Abu Bakar Ash-Siddiq Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah orang yang paling awal memeluk Islam sebagai agamanya, sehingga beliau termasuk ke dalam orang-orang yang dijuluki assabiqunal awwalun . Selain itu, beliau juga merupakan salah satu dari empat khalifah yang diberi gelar khulafaur rasyidin (khalifah yang diberi petunjuk) yang dibaiat/ditunjuk oleh umat Islam sebagai