Langsung ke konten utama

ALLAH, Bolehkah Aku Mengunjungi-Mu?

Sudah terngiang lama takbir-takbir itu menggema ditelinga. Tepatnya tahun 2010, saat Ayah dan Ibuku memutuskan untuk pergi ke Tanah Suci Mekkah untuk menunaikan rukun islam yang ke 5, yaitu pergi haji. Sungguh, hatiku bergetar saat Ayah dan Ibu berpamitan kala itu untuk pergi haji. Airmata pun tak kuasa menetes juga di kedua pipiku. Akhirnya, aku melepas mereka dengan keikhlasan untuk menunaikan kewajiban kepada-Mu.



40 hari mereka pergi meninggalkan tanah air Indonesia. Sungguh itu hari-hari yang berat. Bayangkan saja, 40 hari 40 malam aku hidup dengan adik bungsuku dan nenekku. Hanya bertiga, tanpa mereka. Sungguh ini hal yang sangat tidak biasa untukku dan adikku. Apalagi waktu itu adikku masih kelas 4SD, jadi masih sangat manja terutama pada Ibuku. Saat adikku menonton tayangan TV seputar pantauan langsung dari Mekkah, adikku pun menangis dan menanyakanku akan kabar dari kedua orangtuaku. Aku hanya tersenyum dan meyakinkannya, kalau semua baik-baik saja. Karena memang Ayah dan Ibuku hanya memberi berita sesekali saja melalui SMS, karena mereka ingin fokus beribadah dan agar adikku terbiasa dan tidak manja.


Sepertinya kedua orangtuaku memang benar-benar menikmati ibadah mereka di tanah suci. Akupun senang bisa melihat orangtuaku menggugurkan kewajiban mereka saat masih berumur kisaran 40 tahun. Karena aku banyak melihat, orang-orang yang pergi haji itu sudah berumur. Alhamdulillah, Allah memberikan rezeki dan kesehatan serta panjang umur kepada kedua orangtuaku. Sehingga setelah 40 hari berlalu, mereka kembali ke Indonesia dengan keadaan sehat wal'afiat dan tentunya senyum bahagia tak lepas dari kedua bibir mereka. Aku benar-benar senang dan terharu bisa melihat mereka tersenyum semerekah itu. Alhamdulillah.


Saat perjalanan dari Hotel Surabaya menuju rumahku, diperjalananpun Ibu sudah mulai bercerita tentang pengalamannya selama berkunjung ke Rumah Allah. Ibu menceritakan dengan penuh kegembiraan. Tanpa ada keluh kesah dimata dan ucapannya. Beliau benar-benar mensyukuri nikmat dan kesempatan yang telah diberikan ALLAH kepadanya.

Sesampai dirumah, Ibu dan Ayah disambut oleh banyak tetangga-tetanggaku. Harubiru, senang, dan tangis pun pecah menjadi satu. Aku pun hanya tersenyum, dan tidak menangis. Ya, karena aku tak terbiasa menangis didepan umum. Malu rasanya. Ibu dan Ayah pun senang juga karena tak menyangka akan ada sambutan seperti itu. Para tetangga dan tamu yang lain pun banyak yang berkunjung kerumah. Ibu menyambut tamu, sementara Ayah masih beristirahat di kamar.

Aku pun mendengarkan Ibu yang mulai menjawab pertanyaan dari tetangga tentang pengalaman beliau selama berada di Tanah Suci Mekkah. Ibu mulai bercerita satu persatu. Mulai dari kedatangannya, memegang Ka'bah, berkunjung ke makam Rasulullah Muhammad S.A.W, melakukan rukun dan sunnah haji dan sebagainya. Entah, saat beliau bercerita ada rasa seperti "setruman" kuat menjalar ditubuhku. Saat aku membayangkan betapa kokohnya Ka'bah, megah dan suci. Berjuta-juta orang mengelilingi Ka'bah setiap detiknya. Betapa besar Kuasa ALLAH.


Keinginanku untuk pergi ke Rumah Allah pun mulai timbul. Mendengar cerita Ibu dan Ayah tentang betapa nikmatnya beribadah disana. Menunaikan ibadah sholat di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Ya Allah, rasa itu semakin kuat menjalar di nadiku. Ingin beribadah di dua masjid itu. Beribadah lebih dekat dengan-Mu. Sungguh, rasa itu semakin menggebu saat ini.

Apalagi saat ini aku mendengar kawanku berkunjung ke Rumah-Mu. Walau itu Umrah, tapi betapa beruntungnya dia bisa beribadah dan berada lebih dekat denganmu. Tak terbayang betapa nikmatnya. Saat kuutarakan minatku untuk pergi ke Tanah Suci kepada Ayah, beliau menjawab ini belum saatnya. Karena beliau tidak bisa cuti untuk pergi bersamaku, ibu, dan adikku. Rasanya aku ingin menangis, tapi apa boleh buat. Mungkin ini belum saat yang tepat untukku. Suatu saat, aku berjanji akan berkunjung. PASTI!

Izinkan aku bertanya kepada-Mu Tuhanku :

YA ALLAH, BOLEHKAH AKU MENGUNJUNGI-MU? :')

Komentar

Posting Komentar

Thank you for visiting

Postingan populer dari blog ini

Seputar Ilmu dan Teknologi Pangan (Food Science and Technology)

Assalamualaikum wr. wb. Hai bloggies! Ketemu lagi dengan saya di malam nan sendu dan syahdu habis ujan yang baru aja berhenti hehe. Nah, kali ini saya bakalan share sedikit nih tentang jurusan kuliah saya. Yap, Teknologi Hasil Pertanian program studi Ilmu dan Teknologi Pangan atau bahasa kerennya Food Science and Technology. Di tulisan ini, In shaa Allah saya akan share mengenai apa aja yang dipelajari di program studi ini, prospek ke depannya bagaimana, title yang didapat nanti apa dan masih banyak lagi. Saya niatin bikin tulisan ini udah lama banget tapi baru kesampaian sekarang karena alhamdulillah program studi ini peminatnya tiap tahun terus meningkat dan dicari! Wah, mantab kan? Yuk langsung aja kita bedah, Ilmu dan Teknologi Pangan! What is Food Science and Technology? Ilmu dan Teknologi Pangan atau dikenal dengan istilah Food Science and Technology mempunyai dua pengertian yang berbeda. Food science atau ilmu pangan adalah ilmu yang mempelajari tentang reaksi fisik

Arti Nama *CASILDA* dalam SEJARAH ISLAM :)

Dia adalah Casilda, seorang gadis cantik tawanan gerombolan kaum muslimin. Katakanlah bahwa yang menawan Casilda adalah sebuah gerombolan. Sebab mereka terdiri dari anak-anak muda muslim yang mengalami nasib yang sama. Sama-sama diperlakukan sadis oleh orang Spanyol. Keluarga mereka habis dibantai. Desa mereka dibakar. Terbayang kembali dalam memori pemuda berusia dua puluh tahun yang bernama Ja’far. Desanya yang terletak di ketinggian gunung itu sebelum diserang oleh orang-orang Spanyol, merupakan  desa aman dan tentram. Ketentraman ini membuat desa-desa lain di sekitarnya merasa iri hati. Ketenangan desa dicapai melalui sebuah perjanjian antara pihak Spanyol dengan penduduk desa. Bahwa tentara Spanyol tidak akan mengusik ketenangan desa yang penduduknya semua muslim. Imbalannya ialah dengan menyerahkan upeti dalam jumlah yang sangat besar. Tetapi dasar Spanyol. Beberapa tentaranya haus darah. Mereka menyerang desa Santa Gumara yang dekat dengan Saragosa itu. Semua

Sajak : Diam Lebih Baik (Silent is better)

Amarah yang datang menghampiri Terkadang membuatku diperdaya Panas membara didalam dada Ah.. serasa semua terkena imbasnya Tapi aku lebih memilih diam Karena aku tahu, hanya diamlah cara terbaik meredam amarah Saat aku mendapati beribu kekecewaan Seakan hati ini tak kuat bertahan Ingin rasanya berteriak sekencang yang aku bisa Menyalahkan takdir yang diberikan Sang Kuasa Tapi aku lebih memilih diam Karena aku tahu, jika aku terlalu banyak membicarakan kekecewaan itu Maka ia akan semakin membakar hatiku Ketika aku bersedih Aku hanya bisa menahan Mencoba meredamnya lebih dalam Bahkan airmata yang telah menetespun, aku seka Dan sekali lagi Aku lebih memilih diam Karena aku tidak ingin membagi kesedihanku kepada orang lain Cukuplah aku dan Allah yang tahu Mungkin ini adalah salah satu hal yang sulit Mencintai seseorang dalam diam Diam-diam mendoakannya dalam malam Tak luput menyebut namanya didalam setiap doa yang terpenjat Kenapa lebih memilih diam? Karena aku